Adakah yang sering mendengar kalimat di atas? Ya, kalimat tersebut terselip di dalam novelnya Asma Nadia, "Assalamualaikum Beijing!" Novel ini memang telah lama beredar, pertama kali cetak tahun 2012. Filmnya pun begitu, telah beredar beberapa bulan yang lalu dan menjadi
box office. Namun buku (novel) ini barusan dibedah di kampus saya, tentunya dengan menghadirkan penulisnya langsung, Mbak Asma Nadia.
Selalu ada motivasi yang saya dapat ketika saya mengikuti suatu acara, seperti kali ini. "Assalamualaikum Beijing!" adalah novel bertemakan 'cinta', sebelumnya Asma Nadia tidak pernah menulis novel dengan tema cinta (dalam hal ini cinta sepasang laki-laki dan perempuan). Ada beberapa pesan yang ingin disampaikan Asma Nadia dalam novel ini, alurnya kurang lebih: jomblo-cinta-pacaran-patah hati-
move on-menikah.
Jangan menghabiskan energi, waktu, dan pikiran untuk seseorang yang tidak mengukir namanya di hatimu.
Ya, seperti itulah agaknya gambaran yang disampaikan Asma Nadia melalui novelnya "Assalamualaikum Beijing!" Mbak Asma (begitu sapaan akrabnya), memaparkan kata 'jomblo' pertama kali. Menurutnya tidak ada yang menjamin, pacaran bertahun-tahun akan mengantarkan seseorang pada pernikahan. Seperti yang tergambar dalam novelnya, dimana tokoh utama (Asma) dan Dewa yang telah berpacaran selama 5 tahun dan siap menikah. Namun pernikahan tersebut batal setelah undangan siap disebar, karena Dewa berkhianat. Mbak Asma menggambarkan dengan sangat apik bagaimana sakit hati dan malunya tokoh Asma namun dia bisa
move on. Menurut Mbak Asma, jika kamu terluka, cukuplah tiga hari kamu menangis sejadi-jadinya, setelah itu 'tutup buku'. Tutup buku tentang 'si dia'. Mbak Asma ingin berpesan bahwa, ia ingin perempuan itu kuat. Hal ini tergambar dari beberapa kalimat yang saya kutip dari Asma Nadia, "
Jangan menghabiskan energi, waktu, dan pikiran untuk seseorang yang tidak mengukir namanya di hatimu". "
Sehebat apa sih dia hingga dia layak mendapatkan air matamu." Mbak Asma menekankan, jangan main-main soal cinta sebab, "
Cinta itu fitrah... yang menjadikan cinta itu tidak fitrah adalah tindakan kamu setelah kamu jatuh cinta." Jika ada laki-laki yang mengatakan cinta kepadamu, tapi dia minta kamu menyedekahkan tubuhmu, maka itu nafsu bukan cinta! Mbak Asma mengatakan lebih lanjut, cara yang terbaik untuk
move on adalah dengan mengingat kejelekkan-kejelekan orang tersebut.
Tidak perlu fisik yang sempurna untuk menghadirkan cinta yang sempurna.
Pada akhirnya, pembahasan ini merambatlah pada soal jodoh, bagaimana mempersiapkan atau memantaskan diri sebelum jodoh datang. Memang dalam novel ini, tokoh Asma akhirnya
move on dengan cara memperbaiki diri, dari yang tidak berkerudung hingga berkerudung, karena si tokoh utama tidak mau pacaran lagi. Jodoh datang ketika kita benar-benar telah siap, ketika kita telah menyelesaikan urusan dengan diri kita sendiri (dalam hal ini kita telah sukses menggali potensi diri kita), ketika itu jodoh yang baik pun akan datang, jodoh yang bisa menerima kekurangan kita apa adanya. Seperti tokoh 'Zhongwen' yang menerima Asma apa adanya walaupun mengetahui Asma mengidap penyakit APS. Memang, "
Tidak perlu fisik yang sempurna untuk menghadirkan cinta yang sempurna."
I like it!
Soal jodoh, Mbak Asma berpesan pilihlah jodoh yang mendukung kita untuk mengembangkan potensi diri. Ada baiknya hal itu diwujudkan bersama-sama seperti Mbak Asma, dan suami yang sama-sama penulis dan pastinya sama-sama suka membaca. Perihal hobi membaca, itu sangat penting buat Mbak Asma, "Carilah pasangan yang hobi membaca!" Sebab, perempuan yang suka membaca wawasannya sangat luas, dan itu sangat diperlukan bagaimana ia mendidik anaknya nanti. Laki-laki pun demikian, laki-laki yang tidak suka baca, maka selesailah pendewasaan dirinya. Menikah berarti menyerahkan masa depan kita kepada seseorang, dimana masa depan itu sendiri sesuatu yang tidak bisa kita tebak, oleh sebab itu kenalilah jodoh kita, setidaknya ada suatu sifat yang membuat kita yakin dan percaya.
Novel dan film ini benar-benar sangat menginspirasi. Novel dan film yang mampu memberikan motivasi untuk semua orang, memang Asma Nadia ingin mewujudkan wajah perfilman Indonesia yang baru dengan menghadirkan film-film yang bernuansa Islami, memiliki nilai edukasi, dan menginspirasi. Untuk itu dalam kesempatan ini juga Asma Nadia menghimbau kepada seluruh rakyat Indonesia untuk selalu menonton film-film yang memiliki nilai edukasi di hari pertama, kedua, atau ketiga penayangan film tersebut di bioskop. Sebab, 3 hari itulah yang menentukan. Jika film tersebut laris di pasaran maka, produser film yang tadinya memproduksi film
ecek-ecek akan berbondong-bondong beralih untuk membuat film-film yang mempunyai nilai edukasi, film-film yang memberikan dampak positif.
Asma Nadia sebagai penulis novel
bestseller telah mengawali hal ini. Mbak Asma telah menghasilkan hampir 50 buku, dan telah berkunjung ke 60 negara, serta 270 kota di dunia. Ini adalah sisi inspiratif lain yang saya ambil dari Asma Nadia, bagaimana dengan menulis dia menginjakkan kaki di seluruh penjuru dunia. Ini adalah salah satu manfaat menulis, menulis membuat saya cukup, cukup untuk membeli
smartphone, cukup untuk membeli
netbook, dan yang pasti dengan menulis saya tidak bergantung dengan kiriman orang tua sehingga saya dapat meringankan beban keduanya. Memang menulis bukan sekedar kepuasan diri sendiri, tapi kepuasan diri itu ada di saat kita bisa berbagi, memberikan inspirasi, dan motivasi kepada orang lain. Menjadi pribadi yang bermanfaat. Menulis akan menjadi amal jariyah buat kita, kelak ketika kita berkalang tanah, pahalanya akan terus mengalir jika yang kita tulis itu baik. Makanya dalam menulis saya juga perlu berhati-hati, saya tidak mau apa yang saya tulis mendatangkan dosa tapi sebaliknya mendatangkan pahala. Saya ingin menulis novel, bukan hanya sekedar novel, tapi novel yang menginspirasi yang bisa memberikan manfaat bagi orang lain. Kelak saya akan menjadi 'The next Asma Nadia.' Jika saya tidak ke luar negeri dengan beasiswa S2, maka saya akan keliling dunia dengan menulis. Untuk itu, doa saya hanya dua (S2 dan ke luar negeri), dan saya biarkan Allah yang mengaturnya.
Sebab, selalu ada takdir yang mengatur seperti arti di balik kalimat:
Jika Tak Kau Temukan Cinta, Biarkan Cinta yang Menemukanmu.