Rabu, 15 Februari 2017

Aku Diminta Melepas Kerudung Demi Suatu Pekerjaann

Cuaca Ibukota siang itu panas terik, membuatku sedikit gerah. Sesekali aku merapikan kerudung yang ku lilitkan ke leher. Sementara kakiku tetap melangkah, menapaki setiap anak tangga gedung perkantoran yang megah ini. Seragam ku kali ini necis sekali. Kerudung biru dipadukan dengan kemeja berwarna senada, dilapisi blazer hitam, dan celana bahan juga berwarna hitam. Sepatu pantofel ku mengkilap, abis ku semir tadi malam. Aku melangkah dengan percaya diri menenteng tas kecil.

Tapi rasanya seragam ku kalah necis dengan mereka. Ya, mereka yang duduk di sebelahku. Wanita-wanita cantik dengan rok mini di atas lutut, hig heells, dan rambut yang tergerai indah. Nampaknya hanya aku satu-satunya peserta interview yang mengenakan hijab. Aku langsung menciut, membayangkan kemungkinan terburuk yang akan aku hadapi. 

***

Mata interviewer itu nanar menatap ku dari kepala hingga ke ujung kaki. "Bu Shaqi, ehm ... kami akan menempatkan Bu Shaqi di bagian yang mengharuskan Ibu bertemu dengan orang banyak. Berapa gaji yang Ibu butuhkan?"

Aku cukup tercengang mendengarkan angka 8 digit yang ditawarkannya. Gaji ini jauh lebih besar dari yang ku harapkan. Terlebih untuk ku yang fresh graduate. Aku menunggu kelanjutan perkataan Bapak ini ....

"Tapi begini, Bu ... seperti yang Ibu ketahui, perusahaan ini banyak berhubungan dengan orang asing. Untuk itu perusahaan punya kebijakan bagi setiap pegawainya untuk tidak menggunakan kerudung."

Deg! Kemungkinan terburuk yang aku bayangkan terjadi. Perusahaan asing ini benar-benar memberlakukan hal itu.

"Karena begini, Bu ... karena berhubungan dengan banyak orang asing yang belum tentu bisa memahami penutup kepala yang Ibu gunakan ini, jadi kami ingin meminta Ibu untuk melepaskan kerudung. Karena kami tidak ingin ada perbedaan, kami ingin menyamaratakan." Lanjutnya lagi ....

"Maaf Pak, saya tidak bisa!" Dengan tegas aku menjawab. Batin ku bergejolak, besarnya gaji yang ditawarkannya menguap begitu saja dari kepala ku. Hal itu tidak berarti apa-apa, dibanding aku harus melepas hijab ku.

"Begini saja, Bu ... di dalam kantor Ibu boleh menggunakan kerudung. Ibu melepas kerudung hanya ketika bertemu dengan klien asing." Tawarnya lagi seolah merayu.

Nah, ini lebih mempermainkan lagi. Apa-apaan ini! Aku tidak akan bermain-main dengan aqidah ku. Memang kerudung ku belum sempurna, tapi jika diminta melepas kerudung aku tidak mau. Aku tidak mau memulai dari 'nol' lagi. Usaha ku untuk memutuskan mengenakan kerudung tidak gampang. Dan sekarang aku sudah terbiasa dengan benda yang selalu menutup kepala ku ini. Jika aku sekarang tidak menggunakannya, rasanya seperti tidak berbusana. 

Aku tetap pada pendirianku. Aku menolak dan memilih meninggalkan gedung perkantoran ini. Dengan keyakinan kalau rezeki ku tidak tertukar. Rezeki ku mungkin tidak di sini tapi di tempat lain. Dan sekarang aku sudah nyaman di tempat baru yang aku pilih. Menjadi guru mungkin tidak linear dengan jurusan kuliah ku, tapi di sekolah ini membuatku lebih dekat denganMu. Bukannya diminta melepas kerudung, malahan di sekolah ini aku diharuskan memperbaiki bacaan Al-Quran ku. Aku merasa nyaman di sini walaupun gajinya di bawah gaji yang ditawarkan di tempat yang dulu.

*terinspirasi dari kisah nyata, diceritakn berdasarkan kisah seornag teman. Nama disamarkan.







Lirik Lagu Krisdayanti - Dalam Kenangan


Ingin ku sampaikan
Salam terakhir untukmu
Sebelum ku tutup
Cerita cinta ini

Bila ku hanya kata
Denganmu bisa jadi kalimat
Menyusun semua
Perjalanan cinta kita

Kamu biasa denganku
Kamu biasa ada aku
Namun hidup ini jangan berhenti
Hanya bila aku pergi

Kenanglah aku di hati
Kenanglah senyum dan tangisku
Baik dan marahku dan segalanya
Simpanlah saja dalam dalam
Simpanlah selamanya
Dalam kenangan

Apa Yang Terjadi Dengan Akun Sosmedku Setelah Aku Meninggal?

Ini yang saya takutkan, "Apa yang terjadi dengan akun sosmedku setelah aku meninggal?" Pernah gak sih ... sebagian dari kamu berpikir sampai ke situ, atau cuma saya saja. Saya suka berpikir [apalagi ketika saya sakit], pengen rasanya menonaktifkan semua sosmed agar tidak ada yang bisa mengepoin akun sosmed saya, jika umur saya tak panjang. Sementara kontrol berada di luar kendali saya, yang tahu password akun sosmed saya, hanya saya sendiri. Jadi tidak ada yang akan membantu menonaktifkan akun sosmed saya selain saya sendiri.



Kenapa harus dinonaktifkan? Sebenarnya bukan masalah dikepoin atau tidak, tapi lebih kepada 'isi' dari akun sosmed itu sendiri. Apakah di akun sosmedmu banyak tersimpan foto-foto dirimu yang tidak menutup aurat? Okelah ... mungkin ada yang menjawab, "foto-foto saya menutup aurat (mengenakan hijab) kok". Alhamdulillah ... (tapi lebih baik dikurangi jumlah fotonya). Dan bagaimana dengan teman-teman muslimah yang fotonya tidak menutup aurat. Yang setiap ucapan berbela sungkawa ditagkan ke akunnya disertai foto yang tidak menutup aurat itu. Ia akan menabung dosa. Dosanya akan mengalir terus setelah ia meninggal. Bagaimana siksaan 'si mayit' di dalam kubur ketika orang lain masih bisa menikmati auratnya dari foto-foto di akun sosmednya.

Agak miris sebenarnya mengingat hal ini, dan seandainya semua orang tau, termasuk untuk kita yang akan memposting foto teman  tanpa aurat, sampaikah kita berpikir ke situ. Kita ikut andil menyumbang dosa untuknya dan mungkin dosanya untuk kita juga. Wallahu A'lam ....

Mari kita renungkan bersama ... Apa yang harusnya kita lakukan dengan akun sosmed kita sekarang? sudah siapkah kita menghadapi kematian? Tahukah kita apa yang terjadi dengan kehidupan setelah mati? Semoga tulisan singkat ini dapat membuka pola pikir kita semua.
 

Pedagogik Template by Ipietoon Cute Blog Design