Sabtu, 27 Mei 2017

Mail

Mail. Sepupu aku yang lucu. Bocah kecil kelas 2 SD, yang selalu membuat aku tertawa. Ada-ada saja bincangnya. Sejak kelas 1 SD dia sudah mulai puasa katanya, dan puasanya sering sampai sore. Padahal aku tau itu hanya bualan anak kecil. 
Malam tadi dia semangat mau puasa, minta dibangunin sahur. Akhirnya ikut sahur, walaupun agak bertingkah. Abis sahur tidur. Bangun-bangun pukul 8-an, gak beberapa lama setelah itu, kira-kira pukul 10 / 11-an ... tiba-tiba minta puasanya dibatalin.
"Kak, mau lepasin (batalin) puasa. Boleh?"
Akhirnya dia makan nasi goreng tu sama aku. Kebetulan puasa aku juga udah batal. Padahal abis mandi wajib sebelum sahur, tapi tu tamu datang lagi. Sedikit. Hehe

"Kakak gak puasa?" Kata Mail.
"Enggak."
"Kenapa?"
"Gak boleh. Dilarang sama Allah."
"Brarti kalau gitu, Buyung juga gak boleh (puasa)." Buyung adalah Kakaknya kelas 3 SMA.
"Buyung kan laki-laki. Kakak perempuan."
"Gak boleh, gak boleh itu. Itu tidak adil. Kalau Islam itu ya ngikutin ajaran Islam."
Haha ... Mail belum ngerti kalau perempuan itu ada masa menatruasi dan kalau lagi menstruasi gak boleh puasa.

Trus ... aku beres-beres buku. Mail ngelihat buku "Jurus Kuliah ke Luar Negeri". Dia nanya, "Kakak mau kuliah ke luar negeri?" 
"Iya, Insha Allah. Dedek doain ya."

Lagi, dia bercerita. "Aku mau pindah sekolah."
"Yuk, pindah ke sekolah Kakak." Maksudnya pindah ke sekolah tempat aku ngajar.
Trus Mail nanya, "memangnya Kakak punya sekolah?"
"Insha Allah 5 tahun lagi kita bangun sekolah ya. Dedek doa aja dulu."

#cerita Ramadhan 
Batujajar, 27 Mei 2017

Jumat, 26 Mei 2017

Serahkan Pada Allah

Keajaiban itu selalu datang kapan pun. Tanpa kamu duga-duga. Mungkin lebih tepatnya pertolongan Allah, bukan keajaiban. Ya, pertolongan Allah. Saat engkau menyerahkan segala urusanmu pada Allah, yakinlah Allah akan mempermudahmu. Seperti yang saya rasakan sore ini.  Allah itu dekat, Allah itu memang selalu ada untukku, untuk hambaNya.
Sore ini, saya baru selesai pindah kosan (Oh iya, soal saya pindah kosan, nanti saya ceritakan di post berikutnya). Saya selesai pindah kosan tadi pukul 15.45 WIB. Tadinya saya gak mau kemana-mana, mau sahur pertama bareng teman kosan aja, Meli. Soalnya Meli sendiri, gak kemana-mana, kasihan kalau ditinggal. Tapi sebelumnya Ayah & sepupu saya nelfon, kenapa gak ke rumah Paman aja hari ini? Jadi sahur pertama bareng keluarga. Oh iya juga, pikir saya. Akhirnya saya WA lah si Meli, minta maaf ... bilang saya gak jadi sahur bareng dia karena harus ke rumah Paman sore ini. Meli katanya mau bantuin saya pindahan. Alhamdulillah ... dia pulang sebelum pukul 15.00 WIB. Harapan saya, pukul 16.00 WIB saya siap berangkat ke rumah Paman. Tapi sekarang nunggu Ibu kosan dulu yang katanya janji mau nganter. Masih ada waktu buat mandi. Tapi saya mikirnya ... nanti aja abis pindahan mandi, pulang lagi ke kosan lama. Selesai pindahan, sebelum pulang, mampir dulu di toko kue beli oleh-oleh buat Paman, dan nemenin Meli beli es Krim. Akhirnya pukul 4 kurang sedikit baru nyampe kosan. Tadinya kepikiran buat ganti baju aja dan langsung cuss ... iiii jorok amat ya. Gak lah mandi dulu. Selesai mandi pukul 4 lewat dikit.
Jadilah sekarang saya berburu dengan waktu. Bis ke rumah Paman adanya sampai pukul 5 sore. Jadi saya punya waktu 1 jam lebih sedikit untuk sampai terminal Leuwi Panjang. Sementara dari kosan ke terminal Leuwi Panjang memakan waktu kurang lebih 1 jam.
Saya bingung mau naik apa. Naik angkot lama tapi murah. Naik gojek sebentar tapi mahal. Bismillah ... akhirnya saya putuskan naik angkot ke terminal Caheum dulu. Dari terminal Caheum naik damri ke terminal Leuwi Panjang. Tapi tlat dikit, damri ke Leuwi Panjang barusan jalan saat nunggu bayar ongkos. Ah, butuh waktu lebih kurang 15 menit lagi buat nunggu damri berikutnya. Galau lagi. Apa naik gojek aja ya, atau ngejar damri yang tadi. Hahah. Saya berusaha tenangkan diri sambil baca doa dan sholawat Nabi. Bismillah nunggu damri berikutnya aja. Tenang tu ... tanpa ada rasa was-was. Mikirnya gimana nanti aja pas di Leuwi Panjang.
Macet Broo .... Nyampe di Leuwi Panjang jam sudah menunjukkan pukul 18.06 WIB. Sudah tidak ada harapan lagi akan ada bis ke rumah Paman. Saya coba cek grabe, alaaamakk ongkosnya sampai 54.000 rupiah. Naik. Padahal sebelumnya di cek cuma Rp 28.000. Ongkos naik karena permintaan meningkat. Waduh, apa naik angkot aja ya. Nyambung 2 x, ke Cimahi dulu. Tapi saya belum pernah tu nyoba naik angkot dari Leuwi Panjang ke Cimahi. Kalau dari Cimahi ke Batujajar, rumah Paman mah pernah. Tapi ragu, ini kan udah malam.  Udah ... masih tetap tenang, ada Allah SWT.
Tiba-tiba sopir damri ngajakin ngobrol tuh. "Mau ke mana, Neng?
"Batujajar."
"Naik 'Madona' ya?" Madona itu nama bis.
"Iya nih, tapi gak yakin madonanya masih ada apa enggak. Soalnya ini udah lewat jam 6."
Krik ... krik ... krik ... gak ada solusi. Rasa cemas mulai merayap. Udah siap rela 54 ribu melayang, itu pun kalau dapat grabe. Kalau enggak? Udah, yang penting masuk terminal dulu. Ini kan masih di luar gerbang terminal.

"Neng, Neng ... tuh madona tuh!" Kata driver damri.
"Mana? O iya! Tolong setopin, Pak."
Udah kabur aja, nyebrang jalan ... ngejar Madona. Lupa bilang makasih. Hehe

Akhirnya Ya Allah ... aku bisa duduk di dalam Madona. Kalau naik Madona ongkosnya cuma 10.000 rupiah. Selamat sampai rumah Paman. So, banyak-banyakin baca sholawat Nabi ya guys. 
Bandung, 26 Mei 2017
Di dalam Madona dalam perjalanan ke Batujajar.

Senin, 22 Mei 2017

Catatan Hati Guru #5

Siang itu Dera memghampiriku, "Bu Guru, tolong bukain." Katanya sambil menyodorkan botol minumannya. Aku tersenyum, akhirnya anak ini mau menggunakan kata 'tolong'. Biasanya ia hanya mengatakan, "Bukain!" Ketika memintaku untuk membantunya membuka tutup botol minumnya.
Ada perasaan membuncah dalam dalam diri ini. Aku bahagia! Tidak berlebihan, sebab rasanya aku sudah berhasil menerapkan apa yang selama ini aku usahakan. Walaupun kelihatannya biasa saja, tapi bagiku ini adalah hal yang luar biasa.
Aku selalu mengingatkannya ketika lupa mengucapkan kata tolong, bahkan pertama kali aku membantunya untuk mengeja kalimat itu. "I-bu Gu-ru to-long bu-ka-in bo-tol mi-num-nya!" Dan ketika Dia sudah mengucapkannya, aku baru mulai membantunya. Begitu selalu.
Memang, untuk menerapkan kebiasaannya yang baik pada anak kita tak boleh bosan.

Jumat, 19 Mei 2017

Catatan Hati Guru #4

Ketika menjadi guru TK adalah hal yang tak terbayangkan untuk saya, ternyata ada banyak pelajaran yang dapat saya ambil darinya. Betapa ilmu pedagogik dan psikologi anak saya terpakai di sini. Betapa indahnya ketika saya dapat memperhatikan perkembangan anak. Betapa harunya ketika saya banyak belajar dari anak yang polos.
Ceritanya siang itu seorang anak laki-laki yang lucu sedang bermain di rumah-rumahan serta perosotan. Dan dia menaiki rumah-rumahan tidak sebagaimana mestinya (lewat tangga), tapi memanjat dari pagar. Itu hal yang dilarang! Saya pun mengingatkannya.
"Maaf Bintang, silahkan naiknya lewat tangga!"  (Jangan lupa senyum). Ini hal yang saya pelajari di TK, selalu awali dengan kata maaf ketika akan menegur anak dan jangan ucapkan kalimat yang terlalu panjang.
Murid laki-laki ini pun tersenyum malu-malu. Tiba-tiba dia melipir-lipir (bahasa mana ini ya? ) pada saya. Sambil berkata, "Bu Guru ... Bintang sayang sama, Bu Guru." Tampaknya dia gak enak sudah saya ingatkan tadi, dan mungkin dia menyangka saya marah. Karena itu dia bilang 'sayang' sama saya, agar saya tak marah. Pikiran saya begitu.
"Bu Guru juga sayang sama Bintang. Bu Guru gak marah kok. Bu Guru hanya mengingatkan saja. Ok." (Pelajaran kedua: saat berbicara dengan anak, usahakan dengan bahasa yang baik & benar/ formal.)
Dia pun tersenyum lagi sambil mengangguk.
Bintang ... Oh Bintang, Kau membuat Bintang di hatiku. Du ... du ... du ...

Minggu, 14 Mei 2017

Kerja Tahan Ijazah? Saya Sih, No!

Eitsss ... tunggu dulu, jangan menilai secara sepihak dulu. Ini sharing berdasarkan pengalaman saya kemaren. Tepatnya beberapa minggu yang lalu. Saya membaca ada lowongan pekerjaan sebagai guru SD di sekolah internasional, saya tidak akan sebutkan nama sekolahnya apa, yang pastinya sekolah itu tidak di kota Bandung. Di info lowongan itu tercantum bahwa saat interview diminta membawa ijazah asli. Ada apa nih? Saya udah curiga.

Daripada penasaran, saya bawa aja ijazah asli dan ikut mendaftar. Waktu pengisian formulir ijazah saya sudah diminta untuk dikumpulkan, waktu saya tanya untuk apa? Nanti dijelaskan di dalam, begitu katanya.
Saya isi aja dulu formulirnya. Kemudian saya dipanggil untuk interview di dalam ruangan, bertemu dengan ketua yayasannya langsung. Ketua yayasannya sudah membaca formulir pendaftaran yang saya isi dan berkas lamaran lengkap yang udah saya serahkan, termasuk di dalamnya CV. Beliau kemudian menanyakan soal kesediaan saya untuk di tempatkan di luar kota, di kota mana saja, sesuai cabang sekolahnya. Saya jawab bersedia. Beliau kemudian menjelaskan 'aturan main' di sekolahnya. Katanya nanti setelah kontrak 2 tahun ada serah terima ijazah. Sebentar, maksudnya ijazah saya ditahan selama kontrak 2 tahun? Iya, kan ada surat serah terima ijazah. Apakah bersedia? Saya jawab, saya tidak bersedia.

"Kenapa tidak bersedia? Ini kan cuma prosedur kami." Lanjut beliau, masih berusaha meyakinkan atau merayu.
"Saya merasa gak nyaman aja."
"Kenapa gak nyaman?"
"Sebenarnya alasannya bukan dari diri saya sendiri aja sih, tapi dari orang tua saya juga. Orang tua saya mengizinkan untuk kerja di luar kota, tapi tidak dengan kontrak tahan ijazah. Jadi ya ... saya hanya ingin menyenangkan hati kedua orang tua saya saja."
Ketua Yayasan sejenak berpikir, kemudian kata beliau,
"Sebentar ya ..."
"Jadi gimana kelanjutannya?"
"Tunggu sebentar."
"Berapa lama saya harus menunggu?" Sambil melirik jam.
"Gak lama kok, hanya beberapa menit."


And jeng ... jeng ... akhirnya ijazah saya dikembalikan karena saya tidak bersedia, saya mengundurkan diri.
Beberapa alasannya kenapa saya mengundurkan diri setelah saya diterima, yang mungkin hal ini dapat juga jadi bahan pertimbangan buat teman-teman yang dihadapkan pada kondisi yang sama.

Pertama, saya lihat dulu lingkungan kerjanya. Sekiranya membuat saya nyaman atau tidak. Berhubung saya akan menjadi 'tawanan' selama 2 tahun. Satu lagi, saya tipikal orang yang susah nyaman, dan susah percaya sama orang lain.

Kedua, kembali lagi pada niat. Niat atau tujuan saya berkerja di tempat itu apa, benar-benar membutuhkan atau hanya sekedar cari pengalaman daong.

Ketiga, saya lihat kedepannya. Apa yang saya dapatkan setelah saya berkerja di tempat itu.
Jika sekiranya ketiga hal itu tidak bisa terjawab dengan pasti, mending saya katakan, No!


Nyari kerjaan emang susah, tapi nyari ijazah juga susah. Ingat berapa puluh juta yang sudah dikeluarkan orang tua demi selembar ijazah, yang kini akan kita tukar dengan gaji perbulan. Seberapa? Beda lagi ya konteknya ini bagi teman-teman yang kerja di perusahaan. Hidup itu pilihan!
 

Pedagogik Template by Ipietoon Cute Blog Design