Kamis, 29 September 2016

Nasihat-nasihat Mulia dari Seorang Ibu yang Terdidik


Ada satu nasihat bagus yang diwariskan oleh seorang wanita Arab, yaitu, nasihat Umamah binti Harits kepada putrinya, Ummu Iyas binti Auf pada malam pernikahannya. Beberapa nasihatnya waktu itu adalah sebagai berikut:

"Putriku, engkau akan meninggalkan suasana yang telah melahirkanmu, dan engkau pun akan berpisah dengan kehidupan yang selama ini membesarkanmu. Seandainya seorang wanita tidak membutuhkan seorang suami karena kekayaan kedua orangtuanya dan kebutuhan mereka terhadapnya, maka engkau adalah orang yang paling tidak membutuhkan suami. Namun, kenyataan menyatakan bahwa wanita itu diciptakan untuk laki-laki dan kaum laki-laki diciptakan untuknya."

Adapun inti dari nasihat-nasihatnya adalah sebagai berikut:

Pertama dan kedua: Seorang istri harus mematuhi suaminya dengan penuh ketulusan dan memperhatikan perintah-perintahnya dengan penuh ketaatan.

Ketiga dan keempat: Seorang istri hendaknya memelihara kebersihan bagian-bagian tubuhnya yang selalu menjadi tujuan hidung dan mata suami. Artinya, jangan sampai matanya melihat sesuatu yang tidak menyenangkannya pada dirimu, dan agar ia selalu mencium bau wangi dari tubuhmu.

Kelima dan keenam: Seorang istri hendaknya selalu memperhatikan waktu tidur dan waktu makan suaminya. Karena, rasa lapar akan membuatnya garang dan kurang tidur akan membuatnya mudah marah.

Ketujuh dan kedelapan: Seorang istri hendaklah menjaga harta suaminya, memelihara kehormatannya dan keluarganya, mengatur keuangan rumah tangga dengan cara yang baik dan merawat anak-anaknya dengan penuh perhatian.

Nasihat kesembilan dan kesepuluh: Jangan pernah menentang perintahnya dan juga menyebarkan aib atau rahasianya. Sebab, menentang perintahnya, engkau akan membuat dadanya bergolak. Dan jika engkau menyebarrkan rahasianya, berarti engkau tidak bisa menjaga kehormatannya.

Berikutnya, hendaklah engkau tidak menampakkankeceriaan di hadapannya mana kala ia sedang sedih. Namun, jangan pula engkau menampakkan wajah bersedih ketika ia dalam keadaan berbunga-bunga.

Pencerahan:
"Kebahagiaan bukan di tangan orang lain, tapi di tanganmu sendiri"

Sumber: Menjadi Wanita Paling Bahagia

Selasa, 27 September 2016

10 Kunci Kebahagiaan

Seorang psikolog Amerika, DR Dicxi berkata : Hidup bahagia adalah seni keindahan yang memiliki sepuluh dimensi kategori, yaitu:
  1. Lakukanlah perbuatan yang Anda cintai. Jika Anda tidak mampu, maka lakukanlah kegemaran yang engkau sukai di waktu kosongmu dan perdalamilah.
  2. Menjaga kesehatan adalah ruh kebahagiaan, yaitu dengan menyeimbangkan pola makanan dan minuman serta berolah raga. Dan juga dengan menjauhi kebiasaan buruk yang membahayakan.
  3. Mempunyai cita-cita hidup, karena itu akan mempengaruhi pola hiudp dan membuat Anda lebih bersemangat.
  4. Menghadapi hidup dengan apa adanya, dan siap menerima manis atau pahitnya kehidupan.
  5. Siap hidup di zaman sekarang dan tidak menyesali masa lalu, serta tidak takut menghadapi hari esok.
  6. Memikirkan dan menentukan pekerjaan yang harus dikerjakan, serta tidak mencela orang lain terhadap keputusannya dan apa yang telah menimpanya.
  7. Memandang orang yang dibawah Anda keadaannya (Agar Anda senantiasa bersyukur)
  8. Membiasakan tersenyum dan gembira serta bergaul dengan mereka yang mempunyai sikap optimis.
  9. Berusaha berbuat kebaikan untuk kebahagiaan orang lain.
  10. Berusaha menggunakan dengan waktu sebaik-baiknya dan mampu mengambil pelajaran darinya. 


Itulah 10 kunci penting dalam meraih kebahagiaan hidup secara teori, namun pada dasarnya pembuka kunci-kunci kebahagian terdapat pada diri Anda sendiri. Dan jika kita yakin akan kebesaran Allah , tidak ada alasan hidup terpuruk dalam kesedihan karena dari satu kesempatan tarikan nafas yang kita hirup ada kebahagian yang tidak ternilai harganya.
Berpegang teguhlah pada pelita hidup yang Allah tuntunkan menuju jalan kebahagiaan, dengan meyakini hal tersebut sesulit apapun permasalahan yang Anda hadapi akan selalu ada seribu satu alasan bagi Anda untuk tetap berbahagia.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupan”
(QS. Al-Baqoroh:286)

Source : DR. Aidh Abdullah Al-Qarni, MA, Agar Menjadi Wanita Paling Bahagia Di Dunia

Minggu, 25 September 2016

Resensi Buku "Ku Antar Ke Gerbang"

Judul Buku   :Ku Antar Ke Gerbang (Kisah Cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno)
Pengarang    : Ramadhan K. H.
Tebal Buku   : 431 halaman
Harga Buku  : Rp. -,-
Penerbit        : Bentang
Tahun Terbit  : Maret 2011

Perawakannya kecil. Sekuntum bunga merah yang elok melekat di sanggulnya. Senyum yang menyilaukan mata. Ia berdiri di pintu masuk. Sinar setengah gelap. Bentuk badannya tampak jelas dikelilingi cahaya lampu dari belakang. (Ku Antar Ke Gerbang, hal.1) 

Itulah kalimat pertama yang kamu baca ketika membuka halaman pertama novel ini. Suatu penggambaran yang sangat indah akan sosok Ibu Inggit di mata Bung Karno. 

Novel ini tidak hanya menggambarkan kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno tapi juga menggambarkan sejarah kemerdekaan Indonesia. Ya, bisa dikatakan novel ini adalah novel sejarah. Bagaimana di sini diceritakan kesetiaan Ibu Inggit menemani Bung Karno mencapai tujuannya, kemerdekaan Indonesia. "Inggit tidak memberikan sumbangan pikiran dan teori untuk revolusi Indonesia, tetapi dengan menunjukkan kasih sayang dan kesetiaan yang tiada goyah kepada suami yang sedang mengalami cobaan dan derita dalam perjuangan."Itulah kata-kata Ramadhan K. H. yang saya kutip yang sangat menarik buat saya. Kata-kata tersebut semakin mengokohkan bukti bahwa, "di balik laki-laki yang hebat memang ada perempuan yang hebat".

Membaca  novel ini membuat saya menyelami zaman 1920an, zaman-zaman pendudukan Belanda di Indonesia. Saya mampu merasakannya, bagaimana Bandung kala itu-daerah yang menjadi tempat tinggalnya Ibu Inggit dan Bung Karno-lebih tepatnya Cicaheum, Tegalega, Ujung Berung, Lapas Sukamiskin, yang kesemua tempat itu dekat dengan tempat kos saya sekarang. Apalagi penggambaran kota tempat asal saya, Padang, pada setting saat Bung Karno dan Ibu Inggit berjalan melewati hutan Sumatera yang kelam dari masa pembuangan di Bengkulu hingga ke kota Padang.

Tidak lepas dari itu, awal pertemuan Ibu Inggit dan Bung Karno adalah hal yang sangat menarik buat saya. Saya pikir awalnya mereka bertemu saat bujang-gadis. Ternyata pada saat pertama kali mereka bertemu, mereka sudah mempunyai pasangan masing-masing. Bung Karno sudah mempunyai istri dan Ibu Inggit sudah mempunyai suami, suaminya yang ke-2. Dan Bung Karno dengan istri pertamanya belum pernah 'bersentuhan' sama sekali. 

Menginap di rumah Ibu Inggit, menimbulkan rasa cinta pada diri Bung Karno terhadap Ibu Inggit dan hal itu ditanggapi oleh Ibu Inggit. Namun sesuatu yang sangat disayangkan dan membuat saya kaget, ternyata rasa cinta itu disalurkan sebelum ijab qabul. Berarti dalam hal ini mereka masih terikat dengan pasangan masing-masing. "Hendaknya semua maklum apa yang terjadi selanjutnya. Aku malu menceritakannya ...." (Ku Antar Ke Gerbang, hal. 32).

Tapi di sini saya salut, bagaimana bijaksananya suami Bu Inggit kala itu, Kang Uci, melepas Ibu Inggit dan merelakannya bersam Bung Karno. "Terimalah dulu lamaran Kusno itu. Setelah jelas begitu, Akang jatuhkan talak .... Akang rido, kalau Eulis menerima lamaran Kusno itu dan kalian berdua nikah. Mari kita jagokan dia sehingga dia nanti benar-benar menjadi orang penting. Mari kita bantu dia sampai benar-benar menjadi pemimpin rakyat. Dampingi dia, bantulah dia, sampai dia benar-benar mencapai cita-citanya." (Ku Antar Ke Gerbang, hal. 37-38).

Betapa besar hati seorang suami, merelakan istri dilamar orang lain, padahal masih berstatus menjadi istri. "Sungguh, aku telah menjadi orang yang tidak berdaya lagi dikalahkan oleh seorang laki-laki yang begitu tinggi budinya" (Ku Antar Ke Gerbang, hal. 37-38). Ini adalah gambaran perasaan Ibu Inggit kala itu.

Namun apapun itu, Bung Karno memang membutuhkan sosok istri seperti Ibu Inggit, yang bisa dijadikan kekasih, Ibu, dan teman katanya. Dan Bung Karno mendapati perpaduan tiga hal itu dalam diri Bu Inggit. Memang itu hal yang wajar, karena dilihat dari umur Ibu Inggit lebih dewasa dari Bung Karno, kira-kira sepuluh tahun. Bung Karno diemong, diasuh oleh Bu Inggit dengan telaten hingga 'Singa Podium' itu mampu menyelesaikan kuliahnya, Teknik Sipil di Dago, Bandung. Saat menikah dengan Ibu Inggit, Bung Karno memang masih berstatus sebagai mahasiswa, dan untuk keperluan rumah tangga, Ibu Inggit udah terbiasa berkerja. Hal ini tidak menjadi masalah bagi Bu Inggit, walaupun dengan suami sebelumnya ia hidup serba berkecukupan, bahkan sudah sangat biasanya baginya plesiran ke Singapura.

Kesetian dan ketabahan Ibu Inggit mendampingi Bung Karno, tidak hanya sampai di situ. Masa-masa Bung Karno di penjara di lapas Sukamiskin, masa-masa pembuangan di Ende dan Bengkulu, adalah masa-masa sulit yang berhasil mereka lalui bersama. Walaupun di Bengkulu goncangan itu datang. Bung Karno bertemu dengan Ibu Fatmawati yang saat itu sempat diangkat menjadi anak oleh mereka. Bung Karno menginginkan keturunan, sedangkan Ibu Inggit tidak bisa memberikan. Dan Bung Karno meminta izin untuk menikahi Ibu Fatmawati, tetapi Ibu Inggit tidak mau di madu. Akhirnya mereka memutuskan untuk berpisah setelah masa pembuangan di Bengkulu. Ibu Inggit mendampingi Bung Karno selama 20 tahun, dan mereka bercerai sebelum Bung Karno menjadi Presiden RI yang pertama.

Banyak hal yang kita dapati ketika membaca novel ini, pengorbanan, kesetiaan, dan hal lain yang dapat dilihat dari sudut pandang berbeda.  
  



Sabtu, 24 September 2016

Tentang Keputusan Saya Untuk Menonaktifkan Sebagian Sosmed - Saya Lagi Belajar


Mmh ... mungkin saat ini ada teman-teman yang masih bertanya dan belum sempat saya kabari dan rasanya saya tidak berkeinginan untuk mengabari. Bukan saya sengaja menghilang dari peredaran (:D) dan ingin dicari-cari. Saya hanya ingin belajar, itu saja. Belajar menghargai diri saya sendiri, belajar menghargai waktu, belajar menghargai orang-orang di sekitar saya (di dunia nyata), dan belajar menghargai apa yang telah saya miliki.

Hidup saya terlalu sempit rasanya jika saya habiskan di dunia maya. Ada 6 akun sosmed yang selalu nangkring di galeri hp saya (dulu) dan sekarang saya pangkas menjadi 3 saja. BBM, Line, Instagram (IG), Telegram, WA, dan Facebook (FB) yang selalu saya pantau silih berganti. Mulai dari bangun tidur hingga tidur lagi. Astaghfirullah ... kadang bukan Al Quran yang saya buka ketika bangun pagi, tapi BBM atau yang lainnya, bahkan sebelum saya berwuduk.

Sebenarnya bukan tanpa alasan saya menggunakan beberapa akun sosmed tersebut. BBM saya gunakan karena di situ terdapat kontak Abang saya (Abang mudah dihubungi lewat BBM) dan ada kontak sahabat saya dari SMP yang dia juga lebih mudah dihubungi lewat BBM. Line saya gunakan karena di sana ada kontak kerja dengan menulis. IG, tujuan awal saya menggunakannya hanya untuk konsumsi pribadi, untuk mengamankan foto-foto saya yang resiko terdelete sewaktu-waktu lebih besar jika hanya saya save di flashdisk (fd) dan netbook (nb). Saya pernah 2 x kehilangan album SMA karena fd saya rusak, nasibnya tidak jauh berbeda jika saya save di nb. Makanya untuk IG saya membatasi follower, mohon maaf, orang-orang yang tidak saya kenal, tidak akan saya accept. Telegram, karena di sini banyak grup beasiswa. WA yang paling sering saya akses karena lebih fast respont daripada akun sosmed lain. Dan terakhir Fb tempat saya menemukan informasi bermanfaat. Untuk akun sosmed lainnya tidak usah ditanya, seperti Path atau yang lainnya, karena saya merasa belum terlalu perlu untuk menggunakannya. Pernah saya bikin akun Path tapi kemudian saya deactive. Kini, tinggalah Telegram, WA, dan FB yang masih nangkring di galeri hp saya.

Sekarang, kesimpulannya ... marilah kita berbenah diri. Saya ingin mengajak teman-teman untuk merenung sejenak. Saya menggunakan beberapa akun sosmed, saya mungkin bisa menggunakan semua akun sosmed. Lalu apa yang saya dapat? Ketenaran (hahah ...), pada awalnya saya berpikir pastinya kelancaran informasi. Tapi semakin ke sini lebih bnayak mudharat yang saya rasakan. Mata saya jadi sakit, pulsa jadi cepat habis, dan yang pasti capek hati. Why?? Membaca postingan orang-orang/ pengguna sosmed yang lain, banyak sedikitnya pasti berimbas pada diri kita. Mending itu postingan positif, bagaimana kalau itu postingan negatif. Postingan orang-orang yang suka mengeluh, yang berkata kasar, de el el. Masya Allah, saya ikut kecipratan aura negatifnya, hidup rasanya gak bersyukur banget. Maka dari itu, saya lebih baik tidak usah baca (tapi terbaca). Manajemen Qolbu. Beginilah cara yang saya lakukan.

Tampilan Blog Baru

Asalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Selamat malam blogger, sudah lama saya rasanya tidak update blog ini, terhitung mulai awal tingkat 4 kuliah, tepatnya sebelum skripsi. Maklum berbagai kesibukan yang sering saya kambing hitamkan, hehe. Tapi apapun itu, saya sudah sangat rindu, rindu menulis. Banyak hal yang ingin saya tulis di sini, masalah perjalanan hidup, soal kegagalan, perjuangan, dan cinta mungkin, hehe. Baiklah, saya akan mulai satu-persatu secara runtut, setelah postingan ini. Check it dot! ;)


 

Pedagogik Template by Ipietoon Cute Blog Design