Minggu, 16 April 2017

Catatan Hati Guru #3

Media Pembelajaran

Sebenarnya 'sense of art' saya gak bagus-bagus amat, cuma karena saya dituntut kreatif, maka mau gak mau saya harus berusaha. Ya berusaha, yang dibutuhkan guru itu hanya berusaha, mau capek, mau repot, mau meluangkan waktunya untuk membuat media pembelajaran. Seperti di atas, itu miniatur 'Rumah Honai', rumah adat Papua. Kalau saya mau kasih lihat ke anak-anak rumah honai itu seperti apa ... saya cukup print out gambarnya aja, bisa ... tapi itu gak membuat anak tertarik.

Saya harus rela pulang ngajar ... sore-sore ke lapangan sepak bola, petikkin rumput satu-satu buat ditempel di batok kelapa. Seperti di atas lah hasilnya, belum maksimal sih ... harusnya mah jerami, cuma karena jerami susah nyarinya, ya udah deh, diganti sama rumput. Tapi ini sudah membuat anak antusias lo .... "Bu Guru ... itu apa isi di dalamnya, aku mau lihat." Kata mereka gak sabaran. Mereka pun terus mengamati miniatur rumah honai itu sampai pulang, membuka-tutup pintunya, karena memang di bagian belakangnya aku bikin pintu. "Tapi kok gak ada jendelanya Ibu Guru?" Kata mereka. "Memang, Nak ... rumah honai itu memang gak ada jendelanya. Tujuannya untuk menahan dingin." Btw, itu rumputnya udah kering ya, jadinya begitu. Tadinya mah hijau menutupi semua batok kelapa, waktu rumputnya masih segar.

Catatan Hati Guru #2

Kakak Belajar Sholat

"Ayo Kak, sholat! Kiblatnya kemana?" Dia pun menggelar sajadah tanpa diarahkan. Ahamdulillah ... arah kiblatnya benar. Alhamdulillah ... sudah tahu arah kiblat. Lalu ....
"Bu Guru ... bacaannya apa?" Tanyanya.
"Takbir. Membaca Surah Al Fatihah."

Alhamdulillah ... dia pun bisa walaupun agak tersendat, dia mengucapkannya dengan lantang dan semangat. Tepat di bacaan yang gak dia hafal sama sekali, dia pun diam. Aku pun membimbingnya dan dia kita membaca bacaan sholat bersama-sama hingga Tasyahud Akhir. 
Setelah sholat, dia spontan mengucapkan doa untuk kedua orang tua dan doa kebaikan di dunia dan di akhirat. Setelah itu doa keinginan sendiri, dia minta mainan yang banyak, dia minta disayang teman, dll. 
Kakak ... Kakak ... kadang aku juga belajar banyak darinya, ketika dia melakukan kesalahan biasanya dia tersenyum malu-malu dan kemudian meminta maaf. Duh, senyum manisnya membuat hatiku luluh dan bersabar menghadapinya. Aku selalu merindukan hal itu.


Catatan Hati Guru #1

Kak Maryam

Dia adalah Maryam. Namanya indah seperti nama surat di dalam Al Quran, namanya indah seperti akhlaknya. Dialah teman satu kosan yang selalu mengingatkan untuk menghafal Al Quran, dia yang selalu rajin membangunkan tengah malam untuk tahajud, dia yang menasehati, dia tempat aku bertanya bahasa Arab ketika hendak mempersiapkan materi pelajaran bahasa Arab untuk muridku, dia yang bersedia mengantarkan aku ke Rumah Sakit ketika aku sakit, dia yang rela menemani beli makan malam-malam ketika aku lapar, dan sebentar lagi kita akan berpisah. Weekend kali ini kita habiskan berdua.
fii amanillah jaamilah Kak Maryam.

*Aku punya teman kosan 3 orang, 2 orang lagi akan aku ceritakan satu-persatu secara bertahap. Penggalan catatan ini Insha Allah akan menjadi bagian dari naskah buku "Catatan Hati Guru" yang semoga segera terealisasi. Isinya simple, tentang perjalananku selama menjadi guru di Bandung, tentang kelucuan anak-anak, guru-guru, dan tidak luput hal-hal kecil lainnya (mulai dari aku yang selalu dibantu menyebrang jalan setiap ke sekolah oleh Polantas, hingga aku yang lupa bawa dompet ketika ke tempat bimbel ... lalu aku bingung bayar ongkosnya pakai apa :v).

Teh Dea

Kalau yang ini namanya 'Dea'. Aku pernah cerita kan sebelumnya, kalau aku punya tiga teman kosan, dan akan aku ceritakan satu-persatu.
Kita memanggilnya 'Teh Dea'. Bukan karena ia yang paling dewasa dari segi umur, bukan ... tapi kita memang punya panggilan khas di antara kita berempat. Ada yang dipanggil 'Teteh', 'Kakak', 'Adek', dan aku sendiri dipanggil 'Uni'.
Teh Dea ini orangnya aktif, ceria, dan blak-blakan. Baik banget deh, pokoknya. Dia gak sungkan ngomelin aku kayak adiknya sendiri. Efek gak punya adik perempuan ya, Teh?  Pernah suatu ketika dia bilang, "Uni ... kamu tu anak bungsu ya? Manja banget! Kamu tuh kalau udah rewel, ampun deh ...! Kebayang nanti suami kamu, kesabarannya luar biasa banget ngadepin kamu!" Haha ... padahal Teh Dea tau aku bukan anak bungsu, tapi 'anak perempuam bungsu'.  Aku mah memang suka ngejailin beliau kadang, apalagi kalau aku lagi jenuh, aku memang suka ngejailin orang. Itu cara aku menghilangkan rasa jenuh. Rasanya membahagiakan.  Tapi  aku lihat-lihat dulu orang yang mau aku jailin, kalau orangnya suka marah-marah / tensi tinggi, aku juga gak berani ngejailin, yang ada nanti aku malah 'digaplok'. Tapi kalau orangnya kayak Teh Dea mah, aku berani-berani aja. Siap-siap dijailin ya, Teh. 'Pikasebeleun' (suka bikin sebal) kata Teh Dea. Haha  Begitulah cara beliau 'mendidik'. Cielah ... beliau, berasa tua banget ya Teh. Tapi memang Teh Dea suka bersikap dewasa lo, layaknya seorang 'Teteh'. Suka ngurusin makannya kita-kita. Suka ngerawat kita kalau lagi sakit. Dan sekarang Teteh sendiri lagi sakit, tensinya rendah kata dokter. Syafikillah ya, Tetehku sayang. Banyak-banyak istirahat, jangan terlalu diforsir ngajarnya. Okey. Keep smile 

 

Pedagogik Template by Ipietoon Cute Blog Design