Senin, 30 Maret 2015

LKTI MSC 2015 Se Jawa-Bali - Deadline 30 April 2015

Himpunan Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Mathematics Students Club (MSC) F-KIP Universitas Jember mengadakan Kompetisi atau Lomba Karya Tulis Ilmiah 2015. Lomba ini memperebutkan hadiah jutaan rupiah dan diperuntukkan bagi siswa SMA/MA/SMK sederajat Negeri maupun Swasta di Pulau Jawa dan Bali.
klik untuk perbesar

A.  Tema
1.    Tema Lomba Karya Tulis  Ilmia h
“Pengembangan Karya Inovatif Bernilai Ekonomis Menuju Indonesia yang Kreatif”
2.   Sub-tema
•  Inovasi Media Pembelajaran
•  Pengembangan dan Pengelolaan Potensi Sumber Daya Alam
•  Pengembangan hasil atau produksi bernilai jual tinggi
•  Pemanfaatan dan Pengelolaan Sampah Menjadi Karya atau Produk Ekonomis
•  Inovasi Energi Alternatif Ramah Lingkungan
•  Inovasi Energi Tepat Guna

B.  Ketentuan Peserta
  1. Peserta  merupakan siswa aktif  jenjang  SMA/MA/SMK sederajat  negeri maupun  swasta di wilayah Pulau Jawa dan Bali.
  2. Peserta   merupakan   kelompok   yang   terdiri   dari  3   orang siswa dengan siswa sebagai ketua dan anggota kelompok dapat berasal dari tingkatan kelas yang berbeda tetapi masih dalam satu sekolah yang sama.
  3. Setiap siswa hanya diperkenankan bergabung dalam dua tim yang berbeda dengan hanya boleh menjadi ketua pada salah satu tim atau menjadi anggota pada keduanya.
  4. Setiap sekolah boleh mendelegasikan lebih dari satu kelompok.
  5. Setiap tim boleh mengir imka n  lebih dari satu karya tulis.
  6. Setiap   kelompok   hanya   boleh  diwakili   (dibimbing)   oleh   satu   guru pendamping.
C.  Ketentuan Kompetisi/ Tata Cara Pendaftaran

1.    Setiap      Peserta      wajib      mengisi      formulir      pendaftaran secara online.
Peserta bisa mendownload formulir pendaftaran di blog : www.lktimsc.blogspot.com (Lomba Karya Tulis Ilmiah Mathematic Students Club (MSC) FKIP Universitas Jember ) . Tahap pendaftran dibuka pada tanggal 6 April 2015  – 15 Mei 2015 .
2.    Setiap   peserta  tim wajib melunasi  biaya  pendaftaran sebesar  Rp.80.000,00 per karya tulis via rekening bank. Pembayaran mulai tanggal 6 April  2013  – 30 April 2015. Biaya    pendaftaran   dikirim   ke   rekening   panitia   Lomba Karya Tulis  Ilmia h  :
  • Bank    : BNI 
  • Nomor Rekening    : 0317283536
  • Atas nama    : NURYATUL LAILI
Konfirmasi    ke    nomor  HP:    081946646124 / 081919885556    setelah melakukan Pembayaran (dalam kurun waktu 1x24 jam) dengan format:
LKTI MSC 2015, Nama Ketua Kelompok, tanggal pembayaran.
3.    Melampirkan   sebuah    surat    penyataan  yang  ditandatangani oleh ketuakelompok di atas materai Rp6.000,00  pada karya tulis yang diajukan (cukup satu lembar asli dan lainnya fotocopy).
4.    Peserta wajib mengumpulka n  :
Karya   tulis   ilmiah   baik  dalam  bentuk  softcopy  dan  hardcopy  dengan ketentuan sebagai berikut
• Softcopy (co v er h i n g ga la mp ir a n di ja d i ka n da l a m 1 f i l e ) dikirim dengan format Word (.doc atau .docx) dan PDF , scan formulir pendaftaran, scan bukti pembayaran , scan kartu pelajar dan foto berwarna 3 x 4 (masing-masing peserta)  . Semua  file  lampiran  beserta  naskah  KTI  disimpan  dalam sebuah   folder/direktori   .rar   dengan   format   LKTI   MSC
2015_Nama   Ketua_Nama   Sekolah_Judul   Karya   Tulis dikirim ke e-mail panitia  lktimscfkip@gmail.com.
• Hardcopy  dikirim rangkap 3 disertai tulisan “LKTI  MSC  2015” pada  amplop  berwarna coklat dan dikirim ke alamat :
Laboratorium M atematika (LABOM A) Gedung M atematika
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Unive rsitas  Jembe r.  Jl.  Kalimantan  No.  37  Kampus TegalBoto   Jember  68121   Kotak  Pos   162,  Telp./Fax.   : (0331) 334988.
5.    Pengumpulan  Karya  tulis  ( Hardcopy  maupun  Softcopy)  dikumpulkan paling lambat tanggal 15 Mei 2015 pukul 23.59 WIB.
6.    Peserta  yang  telah  mengirimkan  karya  tulis  dan  berkas  kelengkapan diharuskan memberi konfirmasi ke nomor 081946646124 / 085748363495
7.    Semua  kecurangan pada  perlombaan  ini akan  berakibat  pada pengurangan penila ia n  atau diskualifikasi.

D.  Hadiah

1.    Peserta LKTI MSC  2014 yang terpilih sebagai pemenang/terbaik 1, 2 dan 3 diberikan penghargaan berupa :
a.    Piagam penghargaan
b.    Tabanas
c.    Trophy
d.    Doorprize
2.    Semua  Finalis  akan  mendapatkan  piagam  penghargaan  sebagai  6  finalis terbaik  dan doorprize dari panitia.
3.    Semua  peserta  yang  tidak  lolos  ke  tahap  grandfinal  akan  mendapatkan e-sertifikat.

E.  Jadwal Pelaksanaan
    Penyebaran brosur + Promo 16 Maret 2015 – 5 April 2015   
    Pendaftaran                          6 April 2015 – 30 April  2015   
    Pengumpulan Karya Tulis      6 April 2015 – 15 Mei 2015   
    (Softcopy+Hardcopy)               
    Batas pengumpulan Naskah  15 Mei 2015, Pukul 23:59 WIB   
    Penjurian                              15 Mei 2015 – 30 Mei 2015   
    Pengumuman Finalis              31 Mei 2015   
    Batas pengumpulan ppt          5 Juni 2015 via online   
    Grand Final LKTI (presentasi) 7 Juni 2015   


F.  Layanan Informasi
Informasi lebih lanjut  bisa menghubungi  :
Contact Person :
1.    Rini       ( 081946646124 )
2.    Ria        ( 081919885556 )
3.    Dila       ( 089613753596 )
Blog               : lktimsc.blogspot.com
Facebook       : lkti fkip
Fanspage        : LKTI MSC 2014
Twitter            : @lktimsc
E-mail             :  lktimscfkip@gmail.com

info ini dikirimkan oleh Nuryatul Laili


NB ! Silahkan Copy paste, dengan tetap mencantumkan sumber ke info-lomba.com juga. Trims :-) Follow twitter kami: @infolomba_indo Like Fb kami: info lomba

Beasiswa Data Print 2015 - Deadline: 30 Juni dan 25 Desember 2015

Program beasiswa DataPrint telah memasuki tahun kelima.

Setelah sukses mengadakan
program beasiswa di tahun 2011 hingga 2014, maka DataPrint kembali membuat program beasiswa bagi penggunanya yang berstatus pelajar dan mahasiswa.

Hingga saat ini lebih dari 1000 beasiswa telah diberikan bagi penggunanya.

Di tahun 2015 sebanyak 500 beasiswa akan diberikan bagi pendaftar yang terseleksi. Program beasiswa dibagi dalam dua periode. Tidak ada sistem kuota berdasarkan daerah dan atau sekolah/perguruan tinggi. Hal ini bertujuan agar beasiswa dapat diterima secara merata bagi seluruh pengguna DataPrint.  Beasiswa terbagi dalam tiga nominal yaitu Rp 250 ribu, Rp 500 ribu dan Rp 1 juta. 

Dana beasiswa akan diberikan satu kali bagi peserta yang lolos penilaian. Aspek penilaian berdasarkan dari essay, prestasi dan keaktifan peserta.

Pendaftaran periode 1 : 10 Februari - 30 Juni 2015
Pengumuman : 10 Juli 2015

Pendaftaran periode 2 : 1 Juli - 25 Desember 2015
Pengumuman : 13 Januari 2016


PERIODE
JUMLAH PENERIMA BEASISWA
@ Rp 1.000.000@ Rp 500.000@ Rp 250.000
Periode 1
50 orang
50 orang
150 orang
Periode 2
50 orang
50 orang
150 orang
Info dan pendaftaran:
http://beasiswadataprint.com/


NB ! Silahkan Copy paste, dengan tetap mencantumkan sumber ke info-lomba.com juga. Trims :-) Follow twitter kami: @infolomba_indo Like Fb kami: info lomba

Jumat, 13 Maret 2015

Manisnya Berorganisasi

"Pulang malam, pulang-pulang langsung tepar, kekeluargaan, sering ngumpul bareng, dll...." Itu adalah sederet kata yang bisa saya gambarkan dari kata berorganisasi, terlepas dari banyaknya program kerja yang harus dilaksanakan. Saya tidak pernah lepas dari masa-masa indah ini, akan selalu menjadi kenangan di hati.
Saya memang mulai berorganisasi ketika kuliah, waktu SMA saya tidak pernah menyentuh yang namanya organisasi. Bagi saya tidak ada gunanya, hanya melelahkan badan, lebih baik fokus ke akademik-begitu pikiran saya waktu itu. Tapi semenjak kuliah, entah kenapa saya mulai bergabung dengan Lembaga Dakwah Kampus (LDK) dan organisasi-organisasi lainnya, baik internal maupun eksternal.
Di intern kampus selain mengikuti LDK, saya juga tergabung dalam Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM). Sementara di luar kampus saya mencoba ikut serta dalam Perhimpunan Konselor Muda Indonesia-Generasi Muda Pembina Insan Berprestasi Indonesia (PKMI-GEMPITA) Banten, dan Forum Silaturahmi Mahasiswa Minang (FOSMI).

Saya menikmati segala kesibukan di organisasi, mulai dari program kerja yang beruntun-seakan tiada habisnya-belum selesai LPJ program yang satu, program berikutnya udah dibuat proposalnya. Saya pernah pulang lewat dari jam 12 malam karena organisasi, saya pernah bangun jam 2 dini hari di tengah kota Lembang yang dingin karena organisasi, dan saya pernah melakukan hal-hal yang dulu menjadi pantangan buat saya-tidur larut malam. Tapi semua itu seakan tak terasa, saya sendiri bahkan tidak percaya, bagaimana tubuh saya membentuk sistem imun sehingga saya kuat begadang. Padahal dulu ketika SMA saya harus sudah tidur jam 9 malam, dan akan dimarahi jika tidur kemalaman. Namun di sinilah hikmahnya saya rasa, secara tidak langsung saya melatih fisik ini agar kuat dan tahan banting. 
Sungguh, saya merindukan masa-masa itu. :')

Kamis, 12 Maret 2015

Nikmat Allah Mana Lagi yang Kau Dustakan?

Nikmat Allah mana lagi yang kau dustakan? ini adalah pertanyaan untuk diri saya sendiri. Sungguh saya merasakan nikmat Allah yang sangat luar biasa, dibalik nikmat hidup dan nikmat sehat tentunya. Dan memang, nikmat Allah itu tidak terhitung. Sebagaimana janji Allah, walaupun kita menjadikan tumbuhan di bumi menjadi pulpennya dan lautan menjadi tintanya, niscaya tidak akan cukup untuk menuliskan nikmat-nikmAt Allah yang telah kita rasakan.

Diantara nikmat-nikmat Allah yang saya peroleh tersebut, ada beberapa nikmat yang sangat berkesan buat saya, yaitu nikmat rezeki. Allah tidak hanya mencukukupkan rezeki saya, tapi juga mengabulkan apa yang saya inginkan satu persatu. Seolah-olah sudah terstruktur, Allah memberikannya pada waktu yang tepat.

Dulu, selepas SMA saya pernah menghayal akan kuliah di luar kota, walaupun ini saya anggap sebagai hayalan, Allah ternyata benar-benar mengabulkannya. Pada saat itu saya berpikir bahwa, tidak sulit rasanya mencari tambahan biaya jika kuliah di luar kota. Toh, banyak peluang ini. Salah satunya bisa dengan berwirausaha, memberikan privat, atau menjadi penulis lepas (Freelance Writer) bagi yang suka menulis. Itu adalah beberapa hal yang terpikirkan dalam benak saya, dan saya benar-benar tidak menyangka akan merasakan hal ini satu persatu, walaupun  dalam waktu yang agak lama dan tidak sekaligus.

Awalnya saya sempat berpikiran hal ini susah, tidak segampang yang saya bayangkan. Namun tanpa disengaja saya mulai berwirausaha. Waktu itu awal semester 2 kalau tidak salah, lewat obrolan ringan, teman mengajak saya untuk berjualan risoles. Risolesnya dibuat sendiri, kebetulan ada salah satu teman saya yang pernah bekerja di toko kue, jadi ia sudah paham betul bagaimana membuat risoles yang menarik hati pembeli. Akhirnya kami bertiga berjualan risoles. Risolesnya kami beri nama "Chizune", akronim dari Suci, Zur, dan Nelvi-nama kita bertiga.

Setiap dua hari sekali kami berbelanja sayuran (kentang dan wortel) serta mie untuk bahan isi risoles. Lalu setiap malam kami berjibaku membuat 30-70 kulit risoles untuk kami isi besok paginya. Pembuatan kulit risoles dimulai setelah Isya dan selesai pukul 10 malam. Dan paginya selepas Subuh kami mulai mengisi kulit dengan bahan isi dan kemudian digoreng, paling cepat kami menyelesaikannya pukul 7.00 WIB. 30 menit sebelum kami berangkat kuliah. Tapi kami pernah terlambat ngampus karena banyaknya risoles yang harus digoreng sementara kompor penggorangan cuma satu. Namun karena waktu itu Mata Kuliah olahraga, jadi kami agak santai. Hehe.... Keuntungan menjual risoles lumayan, setiap hari kami bisa menghabiskan 30-50 risoles, dan itu hanya dipasarkan ke teman-teman sekelas, dan beberapa teman dari kelas lain. Menjual risoles kami lakoni kira-kira 3 bulanan, setelah itu kami berhenti karena semakin banyaknya tugas kuliah.

Menyenangkan? Iya. Saya menikmatinya. Namun saya tidak terpikirkan lagi untuk berwirausaha, karena saat itu juga sibuk dan fokus di organisasi. Lalu akhir semester 4 saya mendapatkan rezeki lagi, seorang senior menawari saya untuk memberikan les privat, menggantikan dirinya yang mau KKN. Walaupun seminggu, saya mencoba mengambil privat ini, hitung-hitung cari pengalaman menurut saya. Saya memberikan privat kepada anak dokter, setiap Magrib saya naik ojek ke rumahnya. Jarak dari asrama saya ke rumah murid tersebut cukup jauh. Saya memberikan privat selama 2 jam, dan saya baru bisa pulang sekitar pukul 8-an, ojek langganan, saya suruh menunggu. Ternyata memberikan privat tidak gampang, lebih tepatnya gampang-gampang susah. Apalagi anaknya suka bercerita-ia sering ditegur oleh Ayahnya jika sudah mulai bercerita-dan saya sebagai guru harus pandai-pandai mengarahkannya kembali ke pelajaran. Bagaimanpun juga saya dibayar untuk mengajarin anaknya bukan mendengarkan curhatan anaknya. Menikmati? Iya. Saya juga menikmati pekerjaan ini. Apalagi yang satu ini, menulis!

Risol Chizune Sebelum Digoreng
Risol Chizune Setelah Digoreng
Saya benar-benar merasakn menjadi Freelance Writer baru beberapa bulan yang lalu, tepatnya akhir 2014.  Tiba-tiba saya mendapatkan email, sesorang menawarkan job kepada saya. Yang isinya kurang lebih, orang itu membutuhkan seorang Freelance Writer untuk mengisi tulisan di situs webnya. Saya tidak segera merespon pesan ini, karena saya belum yakin dapat mengerjakannya. Saya ditantang untuk menulis minimal 10 deskripsi produk setiap harinya, dan ssetiap deskripsi produk itu terdiri dari minimal 200 kata. Namun akhirnya di tengah-tengah kesibukan kuliah, saya mencoba mengirimkan 3 contoh tulisan seperti yang diminta sebelumnya. Dari 3 contoh tulisan yang saya kirimkan, saya diminta mengirimkan 2 contoh tulisan lagi sebagai bahan pertimbangan. Namun belum ada balasan hingga beberapa minggu, saya rasa saya tidak lulus seleksi. Tapi daripada menerka-nerka, saya memilih mengirimkan email lagi, menanyakan kabar perihal tulisan saya. Dari balasan email itu, terdapat permohanan maaf yang menyatakan bahwa email saya tenggelam karena saking banyaknya kandidat, namun saya termasuk dalam kualifikasi yang mereka cari. Dari situlah saya mulai menulis 100 deskripsi produk dalam waktu 10 hari hingga sekarang. Dan ini job yang sesuai dengan passion saya, saya cukup duduk manis di depan laptop. Dan sekarang, di sela-sela job saya, saya menyempatkan menulis di blog.
Email Balasan Bahwa Saya Diterima
Begitulah Allah mengabulkan apa yang terlintas di otak saya dulunya, sesuatu yang tidak disangka-sangka telah saya lalui. Allah Maha Besar. Allah Maha Pengasih. Allah Maha Penyayang. Allah Maha Segala-galanya. Nikmat Allah mana lagi yang kamu dustakan?

Selasa, 03 Maret 2015

Tachi Ema




Setelah kemaren-kemaren saya memposting cerpen-cerpen jadul saya, kali ini saya akan memposting salah satu cerpen saya yang nasibnya belum beruntung dalam perlombaan, hehe. Bertema 'Perempuan', ketangguhan dibalik sikap lemah lembutnya perempuan, intinya... perempuan juga bisa berkarya tanpa mengesampingkan tugas utamanya, mengurus anak dan suami. Selamat menikmati .... ;-)

========================================================================


            Selamat pagi Batujajar.
            Pagi ini indah dan dingin bukan? Lihat saja, aku berdiri di balkon rumah Tachi Ema menimbun badan dengan jaket─jaket beludru yang dibelikan Tachi Ema di Pasar Tradisional Batujajar kemaren sore. Katanya Bandung dingin. Benar banget, jika dibandingkan dengan Padang.
            Aku merapat ke pagar balkon, melepas pandangan lurus ke depan, ke bukit hijau yang terhampar luas di seberang sana. Hijau nan berseri. Sesaat ku pejamkan mata dan ku pertajam pendengaran. Senyumku merekah mendengar cicit-cicit burung yang bersenandung riang, suaranya tak kalah nyaring dengan klakson mobil yang melenguh dan deru-deram kendaraan di jalanan.
            Aku menghela nafas, sesaat menangkap oksigen yang mengawang di sekitarku. Sayang sekali, udara di sini tidak lagi bersih, sudah terkontaminasi oleh asap knalpot.
            Aku menurunkan pandangan dan melirik jam. 05.00. Masih terlalu pagi, tapi kendaraan sudah memadati jalanan di bawahku. Ah, aku lupa kalau sekarang aku berada di kota yang ramai seperti Bandung, keramaiannya pun sampai ke pelosok. Ku lihat Bus Madona sudah penuh sesak, tapi kenek yang bergelantungan di pintu bus masih saja memasok penumpang. Beberapa penumpang yang berdiri di depan Rumah Makan ini tetap saja berebutan naik, tak peduli kebagian tempat duduk atau tidak. Begitupun dengan angkot-angkot kecil yang tak kalah gesit, menyalip sana-sini. Sementara jalanan kosong di sela-sela bus dan angkot diisi oleh kendaraan roda dua.
            Butuh waktu lima belas menit untuk menyebarangi jalan yang padat merayap seperti ini. Aku ingat kemaren, betapa susahnya menyebrang saat aku diturunkan di SPBU, di depan Rumah Makan Tachi Ema. Ransel di punggung, kardus di tangan kiri, dan koper di tangan kanan, merengek-rengek menguntiti langkahku.
            Aku baru saja datang dari Padang kemaren sore. Pesawat yang aku tumpangi mendarat dengan mulus di bandara Husein Sastranegara. Mak Itam tidak bisa menjemputku, jadi mau tidak mau aku harus naik turun bus sampai di rumahnya.
            “Teteh Yasmin, Mail juga mau lihat bumbum!” tiba-tiba ku rasakan tangan kecil menarik-narik ujung jaketku.
            Mail. Aku tidak sadar kalau ia sudah bangun. Aku mengangkat badan mungilnya naik, enteng. Sejenak ku biarkan Mail menikmati angkot-angkot hijau yang berlalu-lalang di bawah.
            “Sudah ya Dek, cuci muka dulu!” Pintaku sembari menurunkannya.
            Ia tak menolak. Mata ngantuknya masih berkedip-kedip. Ku towel pipinya yang chubby, aku gemas melihat bocah tiga tahun ini. Dia cerewet. Kemaren ia yang menyambutku penuh semangat ketika aku baru menapaki kaki di teras rumahnya.
            Saleh Ismail, putra bungsu dari Tachi Ema dan Mak Itam. Mak Itam adalah adik kandung Ayahku, aku menyebutnya Mak Itam karena kulitnya yang hitam─kalau kata orang Sunda hideung. Mak Itam terbilang sukses, sekarang ia mempunyai Rumah Makan Padang. Waktu bujang Mak Itam yang tak tamat SMP ini merantau ke Bandung mencoba mengadu nasib dengan berjualan batu cincin di halaman Masjid Raya Bandung. Di Bandunglah Mak Itam bertemu Tachi Ema yang sekarang menjadi istrinya.
            Aku memanggilnya ‘Tachi’, tidak ada artinya. Itu hanya panggilan sayangku untuk seorang bibi yang ramah seperti Tachi Ema. Tachi Ema orang Medan asli, ia merantau ke Bandung selepas SMK. Waktu gadis ia menjadi buruh pabrik di Batujajar. Sekarang Tachi Ema menjelma menjadi wanita sukses, ia berhenti jadi buruh pabrik semenjak menikah dengan Mak Itam.
            Doa dan usaha mengantarkan mereka mendirikan bisnis kuliner. Pendirian Rumah Makan ini tidak lepas dari tangan Tachi Ema. Kalau saja Tachi Ema tak mendesak suaminya terus, mungkin usaha Rumah Makan ini tidak akan terwujud. Maklum, Mak Itam adalah orang yang cuek, ia kurang pandai mengelola keuangan.
            Tachi Emalah yang mengarahkan untuk membeli bangunan dua tingkat yang sekarang mereka tempati. Bangunan yang dibeli dari tabungan hasil penjualan batu cincin ini bisa disebut ruko, di tingkat satu difungsikan sebagai rumah makan, dan tingkat dua ditempati Tachi Ema, Mak Itam, dan tiga orang anaknya untuk melepas penat dari hiruk pikuk Kota Bandung. Di tingkat dua inilah aku sekarang berdiri, di sini terdapat dua kamar tidur, satu kamar mandi, dan satu ruang keluarga. Cukup luas, bentuknya persegi panjang.
            “Uyung… Mail hayang teh manis….” Mail mengejar Kakaknya menuruni tangga. Mukanya baru saja ku basuh sesaat sebelum ia membuntuti Buyung turun ke bawah.
            Buyung, anak kedua Tachi Ema dan Mak Itam, duduk di kelas satu SMP. Nama di akte kelahirannya adalah Rizki Maulana, teman-teman sekelasnya memanggilnya Rizki, cuma di rumah ia biasa dipanggil Buyung. Entah kenapa, sedari kecil Mak Itam membiasakan panggilan buat anak yang penurutnya ini, Buyung. Mungkin maksudnya mencirikan kalau ia keturunan Minang─Buyung di Minangkabau merupakan sebutan buat anak laki-laki.
            Mak Itam selalu mengkhawatirkan badan anak keduanya ini yang tak mau bertambah bobotnya.
            Pukul 06.00.
            Aku menyusul mereka ke bawah. Dari tangga ku lihat Tachi Ema sibuk mengaduk teh buat Mail, dan Mak Itam merapikan meja makan─bersiap-siap membuka Rumah Makan hari ini.
            “Aduh.... Buyung…. Mail hayang bubur, bukan donat!” Mail berceloteh lagi. Sepagi ini ia meminta bubur, tentu saja belum ada yang buka.
            Semua anak Tachi Ema sangat fasih berbahasa Sunda, dan tidak bisa berbahasa Minang ataupun bahasa Medan, mungkin karena ketiganya lahir di Bandung. Tachi Ema sendiri juga mengaku lebih fasih berbahasa Sunda daripada berbahasa Medan, sebab ia sudah dua puluh tahun lebih berdomisili di Bandung. Hanya Mak Itam yang lambat belajar, ia masih menggunakan bahasa indomi, Indonesia-Minang.
            Buyung yang baru datang dari warung sebelah tertawa melihat ulah Mail yang memanggil namanya seperti lagu dangdut, ‘Aduh Buyung.’
            Buyung adalah sosok penyabar yang aku temui di rumah ini, ia selalu bisa memahami adiknya yang rewel. Setiap hari sepulang sekolah ia menjaga Mail, mengajak Mail bermain bersamanya di lantai atas, agar Mail tak mengganggu Tachi Ema yang sibuk memasak di bawah. Buyung juga yang selalu menyuapi Mail ketika lapar dan memandikannya setiap sore. Ia tak kalah hebat dengan ibu-ibu muda yang baru memiliki momongan. Selepas memandikan Mail, Buyung membubuhkan minyak telon di perut adiknya, lanjut memolesinya dengan bedak, memakaikan bajunya, dan menyisir rambutnya.
            Buyung adalah cerminan sikap patuh yang berhasil ditanamkan Tachi Ema kepada anak-anaknya.
            “Yasmin, minum dulu tehnya!” Tachi Ema menaruh segelas teh panas di atas mejaku.  Aku menjawab dengan senyuman.
            “Yasmin, nanti siang Tachi mau ke komplek ibu-ibu PKK, kamu mau ikut?”
            “Di mana Tachi?”
            “Di komplek sebelum jembatan yang kamu lewati kemaren.”
            Menyebut kata jembatan, aku teringat bentangan sungai kotor yang ku lintasi kemaren. Sungai yang mengalir tidak berapa jauh dari rumah Tachi Ema ini luas sekali. Airnya keruh seakan tidak mengalir, tertahan oleh ribuan enceng gondok yang bersemi di pinggirnya. Ditambah sampah-sampah yang menumpuk, menyisakan bau busuk. Kadang ada juga yang membuang mayat di sungai sini─seperti membuang sampah─kata Tachi Ema. Aku bergidik mendengarnya.
            “Nanti kamu berangkat diantar Veri saja.” Lanjut Tachi Ema.
            Veri Firmansyah, sulung Tachi Ema dan Mak Itam, kini duduk di kelas tiga SMK. Badannya gembul tidak seperti dua adiknya, dan kulitnya mewarisi kulit Mak Itam─Tachi Ema memiliki anak dengan tiga tingakatan kulit, hitam, sawo matang, dan putih, si bungsulah yang berkulit putih, mewarisi kulit Tachi Ema.
            Sikap Veri tidak sesangar wajahnya. Walaupun begitu, sikap manisnya tidak bisa menandingi sikap manis Buyung kepada Mail. Ia cuek seperti Mak Itam, dan kadang terlihat kekanak-kanakkan sebab ia sering membuat Mail menangis.
            Tachi Ema selalu adil dalam membagi kasih sayang kepada ketiga orang anaknya, setiap pagi ia selalu mempersiapkan teh manis, susu, bubur, donat,  atau bala-bala sekedar pengganjal perut buat anak-anaknya. Ia adalah cerminan Ibu sukses yang berhasil mendidik tiga orang anak laki-laki, sejauh ini tidak ada kenakalan berarti atau ulah dari ketiga anaknya yang membuat Tachi Ema malu. Pikirku rasanya cukup susah menghindari anak dari pengaruh lingkungan, apalagi di tengah-tengah kota besar seperti Bandung, tapi Tachi Ema berhasil mengatasinya.
            Kegiatan anaknya tidak lepas dari sekolah-rumah. Jika Buyung selepas sekolah menjaga Mail, maka Veri sepulang sekolah membantu Mak Itam melayani pembeli di Rumah Makan. Mereka hanya sesekali bermain di luar rumah, itupun untuk kegiatan yang jelas dan tentunya sepengetahuan Tachi Ema.
***
Gambar Diberdayakan Oleh Google :D
            “Cantik sekali dompetnya…. ” Aku meraih dompet yang terpajang di pojok ruangan. Dompet kecil, persegi panjang, dengan sebongkah bunga tersemat di depannya. Aku mematut-matut bahannya. Terbuat dari apa ini?
            “Eceng gondok bisa di daur ulang menjadi berbagai macam barang serbaguna loh Yasmin.” Jelas Tachi Ema yang berdiri di belakangku, tampak ia membewa sekantong plastik handmade yang siap dipajangkan.
            Aku mengitari pandangan ke setiap sudut ruangan. Di sini ku lihat berbagai macam barang bernilai ekonomis, mulai dari dompet, tas, topi, sendal, dan masih banyak lagi.
            “Kak, Veri pulang dulu ya….” Aku menoleh keluar. Veri bersorak sambil memutar motornya. Dia baru saja menurunkan ku beberapa detik yang lalu, di depan sebuah rumah yang di halamannya tertancap plang ‘Komplek Ibu-Ibu PKK Batujajar’.
            Ya, inilah komplek yang dimaksud Tachi Ema─sebuah ‘rumah produksi’ eceng gondok. Komplek ini didirikannya dengan susah payah setahun yang lalu. Ihwal berdirinya tentu tidak lepas dari eceng gondok yang menyampah di sungai di bawah jembatan.
            Aku menaruh dompet di tanganku, selanjutnya aku duduk bergabung dengan ibu-ibu lain yang melingkar di tengah ruangan.
            “Dari Padang ya, Neng?” sapa ibu berbaju biru di sebelahku.
            Aku mengangguk dengan senyuman, tampaknya Tachi Ema sudah bercerita perihal kehadiranku.
            “Dalam rangka apa Neng ke Bandung?” tanya Ibu yang sedang menyulam.
            “Liburan aja Bu.”
            “Sekalian mau belajar bikin dompet dari Ibu.” Lanjutku sedikit bergurau.
            “Boleh-boleh saja, Neng. Mari Ibu antar ke belakang melihat proses produksinya lebih lengkap.”
            Aku tak menyangka Ibu ini menanggapi serius omonganku, padahal tadi niatku cuma untuk melihat-lihat saja.
            Punten, Bu.” Aku melangkah melewati gerembolan Ibu-ibu yang duduk berjejer, mengikuti Ibu yang sedang menyulam tadi ke belakang.
            “Begini Neng, cara pengolahannya.”
            Aku memperhatikan dengan seksama. Beberapa orang Ibu-ibu mencuci bersih eceng gondok yang sudah dipanen. Di sudut lain ada mesin pengepress eceng gondok, mesin press ini dengan ganasnya meremas-remas ratusan eceng gondok, memaksa mengeluarkan kadar airnya. Di sebelahnya, seorang Ibu mmemisahkan eceng gondok yang sudah diperas sesuai panjangnya.
            Aku merekam setiap proses itu. Setelah eceng gondok diperas, dilakukan pewarnaan, lalu pengawetan dengan direndam dalam asam borat selama dua sampai tiga jam. Setelah diawetkan, selesailah tugas Ibu-ibu di ‘dapur’ ini. Selanjutnya tugas Ibu-ibu yang di depanlah untuk menyulap tumpukan eceng gondok yang sudah kering ini.
            Aku kembali ke depan, celingak-celinguk mencari Tachi Ema. Semenjak datang tadi aku hanya sekali melihat batang hidungnya.
            “Teh Ema ke kelurahan Neng, mengurus segala adminitrasi buat pameran minggu depan.” Ibu berbaju biru paham apa yang ku cari.
            “Memangnya minggu depan ada pameran Bu? pameran apa?” Tachi Ema belum cerita soal ini.
            “Ya… pameran hasil daur ulang eceng gondok ini, Neng.”
            Ibu ini dengan bangga menunjukkan beberapa piala yang tersimpan dalam lemari kaca di salah satu sudut ruangan.
            “Kita sering dapat penghargaan loh, Neng. Mulai dari Pak Lurah, Pak Camat, bahkan Pak Bupati sudah pernah datang ke sini.” Ibu ini berceloteh penuh semangat tanpa henti. Aku menangkap binar di matanya.
            “Yang hebat itu Tachi Ema, Neng. Kalau tidak ada Tachi Ema kita tidak akan mendapat pekerjaan seperti ini.” Sahut Ibu yang sedang menjahit topi. Tampaknya Tachi Ema sangat dihargai oleh Ibu-ibu di sekitar sini.
            Dari Ibu-ibu ini aku tahu kehebatan tersembunyi Tachi Ema. Awalnya Tachi Ema iseng-iseng memungut seonggok eceng gondok di tubir sungai─enceng gondok ini biasanya ditaruh begitu saja setelah sungai dibersihkan. Berbekal kemampuan menyulam yang di dapatnya waktu SMK plus segudang kreativitas, Tachi Ema mulai merangkai sampah eceng gondok itu.
            Ia berhasil menciptakan sebuah dompet. Dompet ini dipakainya sehari-hari untuk menyimpan uang kembalian pengunjung di Rumah Makan, lalu beberapa tetangga melirik dan tertarik. Tachi Ema mencoba membuat lagi, mengajak beberapa orang tetangga. Lagi, dan lagi. Hingga handmade itu mulai dipasarkan.
            Karena ruko Tek Ema tak memungkinkan lagi untuk dijadikan tempat produksi, Tachi Ema berinisiatif mencari tempat mandiri. Tapi pencarian lokasi itu tidak mudah, terkendala dana dan adminitrasi.
            Tachi Ema pun melapor ke kelurahan untuk izin mendirikan komplek PKK, semua itu dilakukan Tachi Ema sendiri. Akhirnya dapatlah bangunan  seluas 15x8 meter ini yang disewakan per tahun.
            Tachi Ema membayar uang sewa rumah ini dengan profit yang setiap bulan mulai meningkat katanya. Profit ini juga yang digunakan untuk menggaji dua puluh orang karyawannya.
            Kini, sudah dapat dirasakan hasil jerih payah Tachi Ema. Eceng gondok yang ku lihat di bawah jembatan tadi katanya sudah mulai berkurang, dulu lebih banyak dari itu.
            Pukul 16.00.
            Aku kembali lagi ke Rumah Makan sebelum Tachi Ema pulang dari kelurahan. Hari ini aku mendapat pelajaran lagi dari seorang perempuan hebat yang tersembunyi di pelosok Batujajar. Tachi Ema seakan membuktikan bahwa, wanita juga bisa berkarya tanpa melupakan tugasnya sebagai seorang istri dan Ibu bagi anak-anaknya. (*)

Kota Panas Seperti Kotaku, 150414




Minggu, 01 Maret 2015

Lomba Karya Tulis Ilmiah Untuk Pelajar dan Mahasiswa - Hadiah Jutaan Rupiah

Pekan Teknik Kimia 20th Call For LKTI. Untuk memperingati ulang tahun yang ke-20, HIMATEKI UR mengadakan lomba karya tulis ilmiah tingkat pelajar Se-Sumatera dan Mahasiswa Se-Indonesia dalam rangkaian acara PekanTeknik Kimia (PTK 20TH ) dengan Tema“Innovatio­n Development on Renewable Energy to Improve National Energy Stability”.

Tema“Innovatio­n Development on Renewable Energy to Improve National Energy Stability”

Sub Tema :
a. Inovasi teknologi pengolahan sumber daya alam untuk Sustainable Energy.
b. Peran Teknologi Dalam Mewujudkan Indonesia mandiri Energi (EnergiTerbarukan).
c. Inovasi material untuk menjadi sumber energi dalam rangka memajukan kemandirian energi Indonesia dan melestarikan lingkungan hidup Indonesia.

Ketentuan
1. Peserta lomba karya tulis ilmiah Pelajar se-Sumatera adalah siswa SMA/MA atau sederajat dan masih berstatus siswa saat Grand Final (dibuktikan dengan scan kartu pelajar saat pengiriman karya), sedangkan peserta lomba karya tulis ilmiah Mahasiswa se-Indonesia merupakan mahasiswa aktif S1 atau Diploma perguruan tinggi negeri maupun swasta di Indonesia yang masih berstatus mahasiswa saat Grand Final (dibuktikan dengan scan KTM yang disertakan saat pengiriman karya).
2. Peserta adalah kelompok yang terdiridari maksimal 3 orang dalam satu sekolah atau perguruan tinggi yang sama.
3. Karya tulis dapat berupa hasil telaah pustaka, ide atau gagasan, maupun penelitian yang relevan dengan tema kegiatan LKTI.
4. Formulir pendaftaran dan buku panduan dapat diunduh di himatekiftur20.blogs­pot.com


Lomba Karya Tulis Ilmiah


Biaya Pendaftaran:
LKTI Kategori Pelajar: Rp. 75.000,-/tim
LKTI Kategori Mahasiswa: Rp. 100.000,-/tim
Seminar Nasional: Rp. 20.000,-/tim

Hadiah dan Penghargaan:
LKTI Kategori Mahasiswa:
Juara 1: Rp. 2.500.000,- + Trophy + Piagam
Juara 2: Rp. 1.500.000,- + Trophy + Piagam
Juara 3: Rp. 1.000.000,- + Trophy + Piagam
JuaraFavorit :Rp. 500.000,- + Trophy + Piagam

LKTI Kategori Pelajar:
Juara 1: Rp. 2.500.000,- + Trophy + Piagam
Juara 2: Rp. 1.500.000,- + Trophy + Piagam
Juara 3: Rp. 1.000.000,- + Trophy + Piagam

Deadline 24 Maret 2015

Informasi:
Fajri - 089615177822
Twitter: @HIMATEKI_UR
Facebook : HimatekiUniversitas Riau
Website: himatekiftur20.blogs­pot.com
Bbm : 53e48504
 

Pedagogik Template by Ipietoon Cute Blog Design