Sumber Gambar: sentika.wordpress.com |
“. . . Sesungguhnya
Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan
diri mereka sendiri . . . .”
Peringatan di atas tercantum dalam Al
Quran surat Ar Ra’d ayat 11. Masih ingat kisah tentang kaum-kaum yang
dibinasakan oleh Allah SWT? Kaum ‘Ad, kaum Tsamud, kaum Madyan, adalah beberapa
dari rentetan kisah yang akrab di telinga. Kaum-kaum tersebut dibinasakan
tersebab mereka gagal membangun peradabannya, gagal membangun akhlaknya, hingga
Allah murka dan menampakkan kuasaNya sebagai pelajaran bagi umat yang akan
datang.
Yang bertahan adalah yang lolos seleksi
alam. Seleksi alam beragam jenisnya, bencana alam dan kemajuan teknologi
tentunya. Di era milenial seperti sekarang ini tantangan kemajuan teknologilah
yang paling berat dihadapi anak-anak kita. Anak-anak yang tidak mampu mengikuti
kemajuan teknologi dengan bijak, maka akan tergerus perkembangan teknologi,
akan rusak moralnya. Apabila moral sudah rusak, maka hancurlah peradaban.
Berbicara peradaban, berarti berbicara
masyarakat; berbicara masyarakat, berarti berbicara keluarga. Keluarga sebagai
unit masyarakat terkecil memiliki peranan yang sangat penting dalam membangun
peradaban masa depan. Seperti apa gambaran peradaban masa depan, dapat dilihat
dari peradaban keluarga masa kini, bagaimana cara orang tua mendidik anak-anak
mereka dan menjawab tantangan zaman.
Agama Landasan Utama
Keluarga adalah hal yang komplek.
Membangun keluarga tidak [hanya] dimulai ketika ijab qabul terucap atau ketika
sang anak lahir ke dunia, tapi jauh sebelum itu, dimulai dari cara setiap insan
memilih pasangan hidupnya.
Dalam Al Quran Surah An Nur ayat 26
sudah dijelaskan bahwa, “Wanita-wanita
yang tidak baik adalah untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang
tidak baik adalah buat wanita-wanita yang tidak baik (pula), dan wanita-wanita
yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk
wanita-wanita yang baik (pula).”
Sebegitu ditekankannya untuk memilih
pasangan yang baik, sebab pasangan yang baik, mengerti akan tanggung jawabnya
sebagai orang tua untuk menjaga dan merawat ‘titipan Allah’ dengan sepenuh
hatinya. Terhadap calon anak, semenjak dalam kandungan Ibunya, pastikan untuk
memberikan ‘makanan’ yang halal, dimana setiap makanan yang masuk ke dalam
kerongkongan adalah hasil jerih payah dan hasil tetesan keringat Ayah yang
halal. Sebab sari-sari makanan tersebut akan menjadi darah daging yang mengalir
dalam tubuh anak sepanjang hidup dan hal itulah yang salah satunya mempengaruhi
perilaku atau sikap seorang anak. Bagaimana kita harapkan anak yang sholeh dan
sholehah, jika setiap rezeki yang kita suguhkan diragukan kehalalannya, bagaimana
jika terdapat hak orang lain di dalamnya yang ‘tidak sengaja’ kita ambil? Lalu
kepada siapa kelak kita memprotes, jika pada akhirnya tumbuh kembang anak-anak
dengan tingkah dan perangai buruk.
Tanamkan tauhid pada jiwa anak-anak
sejak dini, ajarkan mereka mengenal Tuhannya, Tuhan Yang Esa, yang
menciptakannya, yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya, sehingga
tumbuh rasa cinta dalam hatinya, rasa cinta yang mengakar kuat. Setelah itu
baru kenalkan mereka dengan aturan-aturan yang harus mereka jalani sebagai
bentuk rasa cintanya terhadap Tuhannya. Karena mustahil mengajarkan anak sholat
tanpa diberitahu kenapa ia harus sholat.
Perempuan Kunci
Peradaban
Pengajaran yang disebutkan di atas
diperoleh pertama kali dalam lingkungan keluarga. Ibu sebagai madrasah pertama
seorang anak memiliki peranan yang lebih besar. Untuk itu kita membutuhkan
perempuan-perempuan cerdas dalam membangun peradaban zaman. Perempuan-perempuan
cerdas memiliki kontribusi lebih besar akan lahirnya anak-anak hebat dan tangguh,
anak-anak yang tidak mudah tergerus perkembangan zaman. Dan di bawah
didikkannyalah (perempuan-perempuan cerdas) semua itu dapat tercapai. Cerdas
tidak hanya berarti intelektual, tapi juga baik akhlaknya dan ini yang lebih
utama!
Mulailah Dari Kebiasan
Kecil
Hadist nabi mengatakan, “Sampaikanlah walau satu ayat”. Tidak
perlu muluk-muluk, awali dengan kebiasaan kecil karena hal yang besar selalu
berawal dari hal yang kecil. Ingin anak sholeh, rajin beribadah, mulailah dari
rumah, mulailah dari orang tua. Beberapa orang tua di luar sana mengeluhkan
remajanya susah untuk bangun pagi. Baliklah melihat kebiasaannya dari kecil,
bagaimana kebiasaan si kecil dulu?
Ada yang mengatakan, karakter anakmu
tergantung pagimu. Maka ciptakan suasana pagi yang sehat. Ayah Bunda dapat
memulainya dengan bangun pagi sebelum sholat Subuh. Jika rata-rata sholat Subuh
dilaksanakan di Indonesia pada pukul setengah lima, maka Ayah Bunda dapat
bangun pukul empat. Tidak hanya Bunda yang notabenenya sebagai Ibu Rumah Tangga
yang harus bangun lebih awal, tapi Ayah juga. Jika Ayah mampu bangun pagi, lalu
Ayah membantu meringankan pekerjaan Ibu, seperti menyiapkan sarapan, maka
pekerjaan rumah akan cepat selesai. Hal ini menjaga suasana hati istri. Menjaga
suasana hati istri berarti menjaga suasana hati anak.
Hindari pagi yang repot, pagi yang
hectic, pagi yang penuh dengan teriakan, pagi yang penuh emosi! Jangan sampai
hecticnya pagi membuat suasana rumah tidak enak. Mulailah sholat Subuh tepat
waktu, sholat berjamaah bersama putra dan putri kesayangan, dan sarapan pagi
dengan tenang. Ciptakan suasana hangat di meja makan, bangun kedekatan sesama
anggota keluarga, dan berangkatlah menunaikan aktivitas masing-masing dengan
hati riang gembira. Ciptakan suasana seperti ini setiap hari.
Jalin
Kedetakan Sesama Anggota Keluarga
Penuhi kebutuhan emosional anak, sebab
anak-anak yang kebutuhan emosionalnya tidak terpenuhi, saat dewasa kelak akan
menjadi lebih tidak merasa aman, kurang empati, dan dalam beberapa kasus
ekstrim, memiliki gangguan keterikatan dan temperamen. Mengantisipasi hal ini
terapkan attachment parenting─pola
asuh anak yang baru berkembang lima tahun terakhir─jalin kedekatan sesama
anggota keluarga. Ini adalah benteng yang kuat bagi anak agar terhindar dari
pengaruh buruk lingkungan. Anak-anak yang memiliki ikatan emosional yang sangat
kuat dengan orang tuanya, saat menemukan masalah di lingkungannya, anak akan
pertama kali ‘lari’ ke orang tua, bukan ke orang lain, sebab anak sudah merasa
rumah adalah sebaik-baik tempat pulang. Biasakanlah anak untuk selalu bercerita
kepada orang tua. Sebab anak yang mudah bercerita kepada orang tua, akan mudah
dikontrol perkembangannya. Jika anak pulang ke rumah dengan keadaan murung,
segera respon. Orang tua harus sering ‘duduk’ bersama anak. Ajak anak bicara
pelan-pelan, ciptakan suasana nyaman.
Jika sudah demikian, seberapa hebat pun
pengaruh lingkungan, pengaruh media massa, maka anak akan mampu melewati
tantangan dan rintangannya. Sebab aqidah sudah tertanam kuat dalam dirinya.
Mari menjadi orang tua hebat! (Nelvianti)
Referensi: https://sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id/laman/index.php?r=tpost/xview&id=4929
#sahabatkeluarga
3 komentar:
BROKER AMAN TERPERCAYA
PENARIKAN PALING TERCEPAT
- Min Deposit 50K
- Bonus Deposit 10%** T&C Applied
- Bonus Referral 1% dari hasil profit tanpa turnover
Daftarkan diri Anda sekarang juga di www.hashtagoption.com
Jadi orangtua bener2 proses belajar seumur hidup ya.
Betul sekali teh, maaf ya teh baru balas setelah sekian tahun ... baru tau ada koemntar dari teteh. 🙏☺️
Posting Komentar