I’m zombigaret…
I’m zombigaret…
I’m zombigaret…! Hahaha…
Suaruku bertambah sexy bukan?
Sekarang suaraku berat seperti robot, dan desau nafasku sengau. Ku harap kau
tak takut mendengarnya.
Laki-laki sehat, kemarilah! Aku ingin
menceritakan kepadamu tentang sebuah rahasia besar sebelum aku mati, tapi
sebelum aku bercerita lebih banyak, ku harap kau maklum jika sesekali ceritaku
ditingkahi batuk.
***
Aku akan mencari mangsa, mencari
teman-teman! Huk… huk.. huk… Aku tak ingin menjadi zombigaret sendirian! Huk…
huk… Adakah diantara kamu yang ingin menemaniku untuk lima tahun ke depan saja,
karena hidupku tak kan lama. Huk…
Kau pasti penasaran dengan kisah
hidupku bukan! baiklah, akan ku ajak kau berkelana. Bagaimana untuk pertama kau
temani aku kemoterapi? Kau tak perlu susah-susah menjemputku ke rumah, karena
sudah ada tongkat yang menemaniku beberapa bulan terakhir. Huk… huk…
***
Tak usah kau tawari aku makanan! tak
ada makanan yang dapat masuk ke mulutku. Lihat saja, bibirku penuh luka─kering
dan mengelupas. Huk… huk….
Sudahlah… kau tak usah heran
melihatku selalu mengusap-usap leher. Benjolan besar ini benar-benar menggangguku.
Ingin ku tusuk saja bongkahan yang menggantung di leher ini. huk.. huk… bisakah
kau papah aku menemui dokter? Ternyata tongkat ini tak cukup kuat menyangga
tubuh lemahku. Huk…
Perkenalkan. Lelaki tua berjas putih
dengan stetoskop menggantung di leher inilah orang yang paling sering ku temui
selama beberapa tahun terakhir, tepatnya semenjak keadaanku memburuk. Sebelumnya
aku tak pernah peduli dengan hidupku dan hidup orang lain.
Dia sering melihatku menangis di
sudut rumah sakit. Dia paham, aku menangis karena ku teringat akan dosa-dosaku.
Masa-masa muda yang ku habiskan dengan sia-sia. Dulu, hidupku tak lebih dari
lima bungkus rokok sehari. Kau tahu, akulah orang dengan tingkat stres paling
tinggi dan tingkat iman paling rapuh. Jika aku didera masalah, maka rokok
adalah pelarian.
Waktu terasa singkat dan cepat
berlalu jika sepotong rokok tejepit di jemariku. Patah-tumbuh, hilang-berganti.
Filosofi ini agaknya cocok diibaratkan pada diriku yang tak pernah lepas dari
rokok. Sesudah makan aku teringat rokok, saat meeting dengan klien aku
teringat rokok, ketika kerjaan bertumpuk aku teringat rokok. Rokok… rokok…
rokok! Semuanya hanya rokok. Aku sudah terhipnotis dengan benda silinder itu.
Dan kau lihat hasilnya sekarang? Bagaimana
tubuh kurus kering ini berjalan kelimpungan, wajah pujat, mata cekung dan
kelopaknya hitam. Alhasil semua menjauhiku, bahkan rambut saja enggan tumbuh di
kepalaku. Aku tak ubahnya seperti zombi―hidup enggan, mati tak mau. Padahal
kau tahu, aku masih tiga puluh lima tahunan tapi fisikku tak ubahnya lelaki
tujuh puluh tahunan.
Au… sakittt… rasanya! saat jarum
suntik itu menerobos kulitku dengan paksa. Aku tahu, kemoterapi ini cuma memperpanjang
penderitaanku, bukan untuk menghindariku dari kematian. Obat-obat yang
diberikan dokter hanya untuk penghilang rasa sakit.
Dokter, sesungguhnya aku tahu,
kanker tenggorokanku sudah stadium 4 dan sudah menyebar ke otak ku. Tapi aku puas,
karena aku berhasil membeberkan rahasia besarku pada remaja lima belas tahunan
yang mengantarku tadi.
Au… sekali lagi aku mengerang. Tak dapat
ku bayangi sakitnya, seperti kambing yang dikuliti hidup-hidup. Inikah akhir
hidupku? [*]
Nelvianti, 14 Mei 2014.
Kampanyekan anti rokok! Like this fanpage:
Sumber Gambar: fanpage Zombigaret |
0 komentar:
Posting Komentar