Nenek [ia menyebut dirinya nenek] itu masih tegap berjalan memasuki panggung. Sebuah spanduk besar terpampang di belakangnya, "Elly Risman, Psi." disertai dengan fotonya waktu berumur 40 tahunan (jika tebakan ku tak salah). Ia adalah psikolog kondang yang sangat senior. Anehnya, terlalu awam dengan dunia psikolog sebelumnya, membuat ku baru mengenal namanya beberapa waktu sebelum hari H seminar.
Aku sudah bersimpati dengannya saat pertama kali ia memasuki panggung, tentu saja dengan cara berbusananya yang sopan, menampilkan kesan keibuan dan adat ketimuran. Ia berasal dari Aceh, namun agaknya ia menghabiskan hampir separuh hidupnya di luar kota kelahirannya. Alumnus UI ini sangat tegas berbicara, menampakkan kecerdasannya.
Pertama ia masuk, ia sudah mengimbau semua peserta seminar, "Bapak dan Ibuk sekalian ... dari wajahnya saya bisa lihat lo, Bapak dan Ibu orang pentingnya Bandung, punya jabatan dan gelar yang panjang di belakang namanya. Tapi hari ini saya ingin berbicara antar orang tua, jadi ditaro dulu jabatan dan gelarnya di samping. Boleh?" Tentunya semua peserta manut padanya. Ia bahkan tak sungkan-sungkan untuk menegur Ibu-Ibu yang ketahuan memvideokannya selama seminar, "Ibu sayang, sholehah ... di awal saya sudah bilang, saya tidak suka divideokan. Mata saya silau karena flashnya." Yang saya salut dari beliau adalah ia selalu melandaskan teori dan pandangannya pada Al Quran dan Hadist. Bahwa benar segala sesuatunya sudah diatur dalam Al Quran, termasuk pola pengsuhan anak.
Parenting Your Defiant Child, itulah tema parenting yang diangkat. Mau tau tentang apa isinya, berikut saya paparkan, hasil copas dari grup "Parenting With Elly Risman and Family", karena kebetulan topik ini sudah pernah di tulis beliau di grup pada akhir 2016.
Bijak menghadapi :Tantangan pengasuhan sehari hari
By: Elly Risman
Kali ini saya ingin mengajak anda para orangtua pembelajar untuk bersama menengok keseharian anak kita, dan kemudian
untuk mengenali tantangan pengasuhan sehari hari dimana kita bergulat
untuk membentuk anak anak kita menjadi anak anak yang seperti
diperintahkan Allah yaitu anak anak yang utamanya menjadi penyembah
Allah – Li ya’buduun.
“ Berapa usia anak anak anda kelas berapa mereka sekarang ?”
Saya ambillah contoh anak SD kelas rendah dulu, yaitu kelas -3. Dari
sini nanti kita dengan mudah menaikan jejangnya dan juga memahami
kemajemukan masalah yang kita hadapi sehari hari..
Mengenai jadwal
ini sangat bergantung aturan di masing masing keluarga, jam masuk
sekolah, jarak tempuh dan Kalau mau anak diajar dan dilatihkan sholat
shubuh tepat waktu, berarti kita sudah coba membangunkan anak 10’ –
15’sebelum waktu sholat tiba, sekitar 03.50 atau pukul 04.00.
Kita buatlah jadwalnya sebagai berikut :
03.50 – 04.05 Bangun, siapa siap utk sholat
04.10 – 04.25 Sholat subuh, baca Qur’an atau bahas hal hal agama yg lainnya
4.25 - 6.30 Mandi siap siap, membantu tugas RT lainnya , sarapan .
Mengulang pelajaran atau mengerjakan tugas RT atau bantu ibu atau
bercengkrama dengan keluarga.
6.30 – 7.00 Berangkat sekolah
07.00 – 13.30 Disekolah
13.30 - 14.30 Pulang sekolah, sampai dirumah. Sangat tergantung jarak
rumah – sekolah dan macet tidaknya jalan dan kendaraan yang digunakan.
Ini kurang lebih jadwal untuk kelas rendah. Semakin tinggi kelas anak
semakin sore tibanya di rumah. Anak kelas 4-6 biasanya sampai dirumah
berkisar atara jam 4- 5. Sementara anak SMP biasa sampai dirumah
magrib atau bahkan malam hari. Apalagi kalau ada tugas berkelompok
atau les tambahan . Riset kami menujukkan bahwa umumnya anak anak SD
akan les 2-3 hari dalam seminggu, sementara anak SMP akan les lebih
banyak hampir 5-6 hari dalam seminggu.
Orang tua yang terlalu cemas
akan banyak hal dalam keberhasilam akademis anaknya dimasa depan atau
yang terlalu sibuk sehingga sulit untuk punya waktu dengan anaknya akan
mengatur jadwal les yang padat. Alasannya dari pada waktu digunakan
tidak menentu lebih baik anaknya ikut ber macam macam les.
Marilah kita sadari berapa padatnya otak anak dengan berbagai tugas
tersebut, berapa lelah jiwanya dan jerih badannya. Dini hari besoknya,
dia akan menghadapi lagi hal yang sama. Terus dan terus dan terus…
Sudah lah capek, umumnya orang tua tak sanggup menerima bahasa tubuh
yang menunjukkan kelelahan dan sikap yang agak malas malasan dan lama
dalam menyelesaikan sesuatu yang disuruh. Apa lagi kalau berkilah,
membantah, memprotes, berkata dengan nada tinggi, menolak melakukan atau
mengerjakan sesuatu.
Wah bayangkanlah reaksi orang tua, apalagi
mereka yang tadi seharian sudah habis tenaga dan emosinya terkuras
diluar rumah, lepas dia bekerja atau sekedar aktifitas ‘killing time
“saja.Memukul mungkin tak sembarang orang, tapi apa kabar dengan kata
kata ?
Banyak yang tidak faham bahwa kata kata yang tajam walau
dalam nada rendah menusuk kedalam jiwa, “verbal abuse” namanya. Kalau
perasaan diabaikan bahkan di”iris dan dihunjam” juga atas nama kepuasan
emosi ibu dan ayahnya, “emosional abuse” istilahnya.
Bagaimana anak tidak menumpuk lapisan emosi yang tinggi dalam dadanya yang sekali meledak bak air bah yang bobol tanggulnya.
Lupa, hal ini sudah berlangsung lama, sejak usia 6-7 tahun, atau
mungkin lebih muda. Tak disadari hari telah berganti minggu , minggu
berganti bulan. Bulan terlah beralih tahun dan tahun dan tahun….
Siapa yang mengerti beratnya beban fikir dan jiwa anak?. Dengan dalih
masa depan yang masih sekitar 15 – 20 tahun lagi itu, sejak muda usia
anak di pacu dan di dera untuk mempertahankan prestasinya sekuat yang
dia bisa.. Bukan hanya badan, banyak yang tidak faham betapa jiwa anak
dan remaja kita ini pun tak sempat bernafas.
Anda mungkin tidak
percaya, bahwa 7 dari 15 pemerkosa Yuyun yg sempat saya temui bersama
dengan dr Dewi Inong di penjara, menyatakan bahwa mereka menyimpan
dendam pada ibunya: karena kata kata yang mereka terima terlalu
menusukjiwa!.
Apa yang hilang dari pengasuhan ?
Banyak!.
1. Yang pertama adalah hilangnya kehangatan, kebersamaan dan
keceriaan anak anak dan remaja.
2. Cinta Belajar. Beban pelajaran dan waktu belajar yang padat kita
kawatirkan telah mencederai semangat belajarnya. Mereka masih akan
belajar belasan tahun lagi. Kalau sekarang sudah “bantat” karena lelah
jiwa, dari mana akan diperolehnya semangat dan kecintaan menuntut ilmu
dan untuk menyelesaikannya sampai jenjang yang tinggi?
3. Yang paling mahal yang hilang bila tak pandai pandai mensiasati adalah Dialog. Karena
waktu yang sempit,pola bicara hanya perintah larangan dan komentar.
Bagaimana akan menyampaikan pesan, membentuk kebiasan baik, menambah
pengetahuan, memperluas wawasan dan yang paling penting bagaimana bisa
mengetahui kebutuhan utama anak dan mendengar dan memahami perasaannya?
Percakapan berpusar hanya pada masalah akademik semata.
4. Banyak hal hal esensial yang harusnya dibahas diajarkan pada anak
jadi tak kebagian waktu, apalagi kalau kedua orang tua sibuk : Berbagai
aspek dalam penanaman aqidah yang lurus, ibadah yang benar ,amalan yg
shalih dan akhlak mulia serta berbagai kisah kenabian dan para sahabat
yang mulia tak sempat dilakukan.
5. Hal lainnya yang umumnya sungguh terabaikan adalah persiapan pra baligh dan keharusan bijak berteknologi.
Apa yang terjadi ?
Tanpa terasa oleh karena jadwal yang padat dan ortu yang sibuk, tahu
tahu anak sudah pra remaja. Mereka sudah “ sexually active” sementara
persiapan untuk baligh jauh dari memadai. Anak kurang memiliki
berbagai pengetahuan dan ketrampilan hidup, padahal mereka adalah
generasi Platinum yang hidup di era digital. Tiba tiba terasa kita
memiliki banyak sekali masalah.
Karena beratnya beban hari hari yang
dihadapi anak, mereka mencari kesenangan dengan atau melalui handphone,
laptopnya, games dan berbagai fasilitas technology lainnya. Anak
terpapar pada berbagai bentuk kriminalitas, narkoba, perjudian, berbagai
bentuk kenakalan remaja lewat sosial media dan tentunya pornografi yang
sudah sering sekali kita bahas di grup ini.
Kita menghadapi
berbagai masalah perilaku yang luar biasa rumitnya, tak meyadari sebab
musababnya karena merasa semua berjalan seperti biasanya dan kini
bingung mencari solusinya.
Bagaimana sebaiknya ?
Berikut sekedar usulan saya bagaimana menghindari bila belum terjadi dan mengatasinya bila sudah terlanjur tidak sengaja.
1.Cukupkanlah kehangatan anak dan kelengketan jiwa ke jiwa dengan
kedua orang tuanya . Penuhi bejana jiwa anak kita pada saat dia butuhkan
dalam jumlah yang cukup oleh kedua orangtuanya.
2.Riset yang kami
lakukan menunjukkan bahwa pasangan muda lupa merumuskan dan
menyepakati tujuan pengasuhan anak anaknya Kacaunya arah pengasuhan
anak adalah karena orang tua lupa merumuskan Tujuan Pengasuha dengan
rinci, bukan hal hal yang umum dan generik seperti : Menjadikan anak
shalih dan shaliha saja.
Ada tujuh Tujuan Pengasuhan yang kami sarankan berdasarkan riset kami .
1. Menjadi hamba Allah yang Taqwa, Imannya lurus, ibadahnya
benar dan baik serta akhlak nya mulia.
2. Diasuh dan disiapkan untuk menjadi calon suami dan istri
3. Dipersiapkan untuk menjadi ayah dan ibu
4. Dididik untuk menjadi ahli dalam bidangnya secara
professional
5. Disiapkan menjadi pendidik, terutama laki laki karena mereka
akan menjadi pendidik utama istri dan anak anaknya serta bila
perlu keluarganya.
6. Khusus untuk laki laki dipersiapkan untuk jadi pengayom bagi
kedua orang tua, keluarganya dan keluarga besarnya. Dia
terutama yang bertanggung jawab dari mengurus kedua orang
tuanya terutama kebutuhannya, ketika mereka tua dan sakit
serta mengurusi dan mengimami sholat jenazahnya.
7. Anak laki laki dan perempuan di asuh untuk juga bisa
bermanfaat bagi orang banyak.
Dengan adanya rumusan yang jelas tentang Tujuan Pengasuhan ini maka
bisa dibuat kesepakatan antara suami istri dalam menjalaninya dan
membuat rencana evaluasi serta bagaimana berbagi taggung jawab dalam
pelaksanaannya.
Mengapa sering sekali terjadi kekacauan seperti
diatas, karena mengasuh anak tidak punya tujuan tak terbangun prinsip
yang jelas sehingga mudah latah atau hanyut dalam TREND, bagaimana orang
sekitar mengasuh anaknya.
Kalau orang lain fokusnya hanya sukses
akademis, yah kita gak perlu sama. Kita punya 6 tujuan lainnya yang
harus kita capai, diuraikan dalam tahapan usia dan dibuatkan rencana
bagaimana mencapainya. Itulah Pe Er anda berdua sepanjang kehidupan
sampai anak dewasa!.
3.Selanjutnya adalah membuat rumusan
tentang apa yang dibutuhkan berdasarkan usia untuk setiap aspek dari
Tujuan Pengasuhan.
Misalnya untuk menjadikan keimanan anak lurus,
ibadahnya baik dan akhlaknya mulia: Apa tugas ayah dan apa tugas
ibu.Ayah menentukan garis besar nya lalu ayah dan ibu berbagi tugas
dalam pelaksanaan kesehariannya. Tentulah dalam prakteknya bisa salah
dan keliru atau terlupa, tapi karena ada tahapan evaluasi, maka semuanya
bisa diluruskan kembali.
Bak kata pepatah : Sedikit demi sedikit lama lama menjadi bukit.
Orang tua terpaksa menjadi pembelajar sejati. Bukan anaknya saja yang
dikirim kesekolah agama, ayah dan ibu mengaji untuk bisa menjadi guru
pertama dan utama anaknya.
Yang penting dalam mengajarkan agama untuk anak bukan hanya sekedar mereka BISA tapi SUKA.
4.Persiapan menjadi suami istri, ayah dan ibu sama halnya dengan
mengajarkan agama, di tentukan terlebih dahulu aspek apa yang diperlukan
untuk menjadi suami dan istri serta ayah dan ibu yang baik. Kemudian
diturunkan apa yang perlu dididikan sejak kecil. Umpama kue dibuat “bite
size”, dalam bentuk kecil yang bisa dikunyah. Misalnya anak memperoleh
kepercayaan diri dari kehangatan hubungan dan rasa percaya yang
ditunjukkan oleh orang tuanya. Kalau dia 7 tahun sudah terbiasa mengurus
diri sendiri dan bisa membantu adiknya .. dstnya
5.Begitu jugalah
dengan pendidikan formal. Usahakanlah agar anak masuk sekolah usia
sekitar 7 tahun . Diusia ini mereka secara fisik, perkembangan otak,
emosi dan sosialnya lebih siap untuk belajar.
Berarti waktu kapan mulai masuk TKnya dihitung mundur.
Pilihan sekolah akan mengacu pada Tujuan Pengasuhan. Kita tak akan
membua anak kita habis tenaga dan waktunya hanya sukses untuk akademis
semata, karena kita punya hal hal lain yang harus dicapai.
Mencari sekolah punya dua pilihan :
Misalnya untuk SD:
a. Mata pelajaran padat tapi waktu pendek, pulag 11.30 atau jam
b. Waktu belajar panjang tapi materi tidak berat sesuai dengan
kemampuan jarak perhatian dan kapasitas otak anak. Kita ingin anak tidak
terbebani tapi mendapatkan pendidikan yang patut bagi usianya.
Sebagai contoh ada sekolah yang kelas satu pulang jam 2, tapi sejak jam
11.30 anak punya kesepatan tidur satu jam. Diatas jam12,30 tidak ada
lagi mata pelajaran yang berat. Atau sekolah lain pelajarannya seperti
berikut ini . Senin : Komputer – PKN – Silat. Selasa : Renang –
Perpustakaan (baca buku) – IPS. Rabu: Bahasa Inggris – Perpustakaan –
Penjas dstnya.
Karena kita punya target pengasuhan, maka kita harus
mencari sekolah yang tepat dan menunjang tercapainya tujuan pengasuhan
kita.
Anak kita harus punya waktu untuk bercengkrama denga orang tua
dan saudaranya, beribadah dengan benar dan baik, bermain yang
menyenangkan dan tidur yang cukup.
Saya teringat kata kata bijak
dari tokoh pendidikan Amerika : Neil Postman, yang sejak tahun 1982 an
sudah meramalkan keadaan anak anak kita dalam bukunya The disappearance
of childhood.
“Jangan kau cabut anakmu dari dunianya terlalu cepat, karena kau akan menemukan orang orag dewasa yang ke kanak kanakan!”
Bukankah sudah banyak kita temukan hal serupa ?
Semoga tak terjadi pada anak kita.
Yuk kita hadapi dan atasi semua tantangan dalam pengasuhan anak anak
kita ini . semoga Allah mudahkan dan sukseskan kita menghasilkan
generasi yang tangguh dan membahagiakan dunia dan akhirat.
Selamat berjuang. Minggu tengah malam, 4 Desember 2016. Elly Risman