Sekitar empat tahun yang lalu tepatnya ketika aku masih SMP, aku bermimpi menjadi penulis. Tapi ku rasa itu cuma impian belaka karena aku tidak tahu bagaimana merealisasikan impian ku itu. Aku tidak tahu bagaimana caranya menerbitkan sebuah buku, aku cuma bisa menulis.
Ya, dari SD aku memang hobi menulis. Aku paling suka pelajaran bahasa Indonesia, apalagi mengarang. Guru bahasa Indonesiaku sering memberikan tugas mengarang. Saat mengarang aku bebas menuliskan apa saja yang aku mau.
Aku juga senang membaca. Setiap cerita yang ada di buku bahasa Indonesia pasti aku baca. Dari situ aku bisa belajar menulis. Waktu SMP aku sering membaca buku-buku cerita yang aku pinjam di perpustakaan sekolah. Hampir seluruh roman lama sudah pernah aku baca, seperti buku-buku karangan Buya Hamka: “Tenggelamnya Kapal Vander Wijck” dan “Di Bawah Lindungan Kakbah.”
Roman “Siti Nurbaya”, “Salah Asuhan”, “Layar Terkembang”, “Robohnya Surau Kami”, dan masih banyak lagi. Aku sangat suka membaca prosa-prosa lama angkatan Balai Pustaka. Membaca kisah itu seakan membawaku ke nuansa 1920-an. Menakjubkan sekali!
Waktu SMA, pernah ku utarakan niatku pada seorang teman. “Nurul, aku ingin menjadi penulis. Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya menerbitkan buku.” Ucap ku kala itu saat berada di toko buku. “Temanku waktu SMP pernah ditawarin buat menulis, tapi sayangnya dia gak mau. Aku juga gak tahu caranya.” Sayang cuma jawaban itu yang ku dapat.
Untuk pertama kalinya di kelas satu SMA aku mendapat tugas menulis. Waktu itu guru bahasa Indonesiaku, Bu Revi menyuruh membuat cerpen. Aku pun mencoba membuatnya. Hal yang paling sulit buatku saat membuat cerpen adalah: mencari imajinasi. Perlu waktu dua atau tiga hari bagiku untuk menemukan sebuah ide.
Itulah cerpen pertamaku. Alhamdulillah, mendapat tanggapan yang baik dari Bu Revi. Bu Revi lalu berniat mengirimkan cerpen itu ke media massa. Aku pun menurut. Tapi sudah berapa lama tidak ada kabar, entah belum dikirim atau tak layak muat. Aku tak tahu.Aku mengurungkan niat untuk mengirimkannya kembali, aku biarkan hal itu hingga setahun berlalu.
Aku mencoba menulis kembali. Kali ini aku coba mengirimkan sendiri hasil karyaku itu, tanpa bantuan orang lain. Dalam seminggu selalu aku usahakan ke warnet, sekedar untuk mengirim email. Jika belum dimuat aku kirim lagi. Lama hal itu berlangsung, tak terhitung sudah berapa karya yang aku kirim.
Hingga pada suatu saat. Waktu jam istirahat di sekolah, tiba-tiba seorang teman memanggilku. “Nasywa… Nasywa… ada tulisanmu di koran!” Katanya sambil berlari-lari dari pustaka. Aku pun bergegas melihatnya dan ternyata, benar. Disitu tertera jelas namaku: “Nasywa Hamzah, SMA Bina Bangsa.” Betapa senangnya hatiku, akhirnya untuk pertama kalinya tulisanku dimuat di media massa.
Waktu demi waktu berlalu, tulisanku semakin sering saja muncul di koran. Aku terus menulis, aku bahkan memberanikan diri mengikuti lomba menulis. Waktu itu aku belum punya komputer, jadi aku harus ke rental untuk mengetik.
Perjuanganku untuk mengikuti lomba ternyata tidak mudah, banyak sekali syarat yang harus aku penuhi hingga naskah itu sampai di kantor Pos.
Ternyata kemampuan menulisku masih kurang, aku belum ditakdirkan untuk memenangkan lomba itu. Kini, aku terus mengasah kemampuan menulisku. Dengan cara bergabung dengan berbagai grup kepenulisan di fb. Disitu aku mendapatkan banyak pelajaran. Aku terus menulis, kirim, menulis, kirim… hingga nanti buku perdanaku bisa terbit. Aku ingin seperti Andrea Hirata, ataupun Ahmad Fuadi. Menulis banyak buku yang bermanfaat bagi orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar