Beberapa hari lalu
teman saya uring-uringan karena kehilangan modemnya.
Menurut saya hal yang wajar. Tapi bagaimana kalau uring-uringan lebih dari tiga
hari atau bahkan berbulan-bulan? Tentu ini bukan hal yang wajar lagi menurut
saya. Saya juga pernah uring-uringan karena kehilangan barang, tapi saya
bersyukur uring-uringan saya tidak terlalu lama. Hanya sehari paling lama.
Melihat kejadian itu,
saya pikir teman saya belum siap menghadapi kehilangan. Memang saya rasa tidak
semua orang yang siap menghadapi kehilangan, dan tidak ada orang juga mau
merasakan kehilangan, apalagi kehilangan belahan jiwa. Hehe…. Back to the topic.
Lalu, bagaimanakah
seharusnya sikap kita menghadapi kehilangan? Saya punya cara tersendiri yang
biasa saya terapkan, dan terbukti ampuh bagi saya. Ketika kita merasa
kehilangan (misalnya kehilangan barang) ada beberapa hal yang harus kita ingat
pertama, darimanakah asal barang
tersebut? Apakah barang tersebut kita beli sendiri, pemberian seseorang,
atau nemu di jalan (emang ada yang
buang barang?). Ya, apapun itu namanya, jika barang itu bukan dibeli dari hasil
jerih payah sendiri, tentu kita lebih gampang mengikhlaskannya. Saya pernah
membaca artikel, ceritanya seperti ini.
Seorang
pak tua berjalan dari rumahnya, berniat hendak mencari nafkah. Lalu, di jalan
ia menemukan sebuah koin kuno. Awalnya koin tersebut akan ia buang, tapi tidak
jadi. Koin itu malah dibeli oleh seseorang pengoleksi koin kuno dengan harga
yang sangat tinggi. Pak tua senang mendapatkan sejumlah uang itu, ia lalu
menggunakan uang tersebut untuk membeli beberapa balok kayu. Ia pikir, pintu
dan jendela rumahnya harus diganti. Tapi apa mau dikata, di tengah perjalanan
balok kayu tersebut patah, dan tidak bisa digunakan lagi. Lalu apakah Pak Tua
tersebut menyesal dan uring-uringan? Tidak! Dia ingat, bahwa balok kayu
tersebut diperoleh dari hasil penjualan koin kuno, dan koin kuno itersebut ia
temukan di jalan. Jadi awalnya ia tidak memiliki apa-apa, dan ia tidak perlu
merasa kehilangan.
Sumber Gambar: Google |
Kita seharusnya bisa
mengambil pelajaran dari pemikiran Pak Tua tersebut. Kalau barang kita yang
hilang awalnya diperoleh secara tidak sengaja, ya… mengapa harus merasa kehilanagn
sampai uring-uringan? Hal itu hanya akan menyiksa diri sendiri.
Kedua, kita adalah
orang tak punya. Hakikat manusia dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya, tanpa
membawa sehelai benang pun. Semuanya adalah milikYang Maha Kuasa. Jika Yang di
Atas mengambil sesuatu dari kita, maka kita harus menerima dengan seikhlasnya.
Mungkin sesuatu yang diambil tersebut akan diganti dengan yang lebih baik. So,bersiaplah kawan! Bersiap menghadapi
kehilangan!
2 komentar:
Naah itu dia kuncinya ikhlash, ada di paragraf terakhir. Hal ini berlaku juga untuk jodoh. Entah balik atau diganti dengan yang lebih baik.
Salam,
DiPtra
Kembali salam, (Mas/ Mbak ya? hehe)
Kalau jodoh hilang cari yang baru ya? gak perlu uring-uringan. hehe
Posting Komentar