Foto: dok.pri |
Bukan
tidak jarang pertanyaan ini saya dapatkan… “Kau sekarang berkerudung? Sejak
kapan kau berkerudung? Kau hebat, mampu istiqomah.” Sungguh, ini bukanlah hal
mudah untuk saya takhlukkan. 7 tahun saya mencoba berkerudung-sejak awal masuk
SMP-dan selama itu saya tak tersentuh hidayah. Kerudung saya hanya kerudung
akademis, yang saya pakai hanya ketika di sekolah. Di luar sekolah, kerudung
saya lepas. Memang saya belum memahami betul arti menutup aurat kala itu, yang
saya tahu hanya keajiban mentup aurat dari Walikota Padang yang mewajibkan
seluruh siswi mulai dari SD hingga SMP untuk menutup auratnya.
Saya
tidak tahu persis kapan saya mendapatkan hidayah itu, dan saya tidak tahu
apakah itu bisa disebut hidayah atau tidak. Yang jelas… semua mengalir begitu saja.
Semenjak bimbel SNMPTN, saya mencoba istiqomah
untuk berkerudung dan memantapkannya saat kuliah di UPI.
Jujur,
saat memilih perguruan tinggi dan memilih jurusan, bukanlah perguruan tinggi
favorit atau jurusan yang banyak digandrungi yang saya mohonkan pada Allah.
Tapi… “Tempatkanlah saya di tempat orang-orang sholeh dan sholehah.” Itulah doa
saya kala itu. Tak berlebihan memang, ini adalah bentuk kepasrahan hati saya
yang benar-benar pasrah kala itu. Dari 3 PTN yang saya pilih, semuanya berada
di luar Provinsi Sumatera Barat, tidak ada satu pun yang di Sumatera Barat. 1
PTN di Bandung, 1 di Palembang, dan 1 lagi di Riau.
Bahkan
hingga sekarang saya berniat untuk kuliah S2 di luar negeri, harus saya
pertanyakan kembali ke hati saya. Sudah siapkah keimanan saya, di tempat yang
suara adzan mungkin jarang terdengar?
Sungguh
saya masih belajar, berkerudung bukan berarti membuat saya tak luput dari salah
dan dosa. Jika teman-teman menemukan kekurangan dalam diri saya, semuanya tak
lebih dari bahwa, saya hanya manusia biasa.
0 komentar:
Posting Komentar