Aku terpekur di
meja belajar, di sudut kamar, di sebuah asrama. Asrama putri UPI Kampus Serang.
Mmh… sejenak aku menarik nafas, menikmati apa yang ada di hadapanku. Pikiranku
menerawang, ke suatu masa yang tidak pernah aku lupakan. Suatu masa dimana aku
bangkit dari kegagalan. Masa-masa perjuanganku.
Satu tahun lalu,
tepatnya Maret
2011 aku diajukan sebagai calon mahasiswa undangan atau PMDK (Penelusuran Minat
Dan Kemampuan – suatu jalur masuk PTN tanpa tes). Saat itu aku menginjak kelas XII SMA N 13
Padang. Aku bersyukur mendapati kabar ini, sesuatu yang aku rencanakan dari
dulu akhirnya terealisasikan juga.
Awal masuk SMA,
aku sering bertanya kepada guru BP, apa itu PMDK dan bagaimana cara
mendapatkannya. Bahkan di kelas XI saat diminta menuliskan keinginanku waktu
itu, aku menuliskan satu-satunya tujuanku di SMA adalah untuk mendapatkan PMDK.
Padahal teman-temanku belum banyak yang tahu apa itu PMDK. Lalu menginjak kelas
XII aku lebih sering mendatangi ruang BK. Waktu istirahat di SMA selalu aku
sempatkan menemui guru BP sekedar untuk bertanya-tanya agar tak ketinggalan
informasi.
Guru BP ku mengatakan,
untuk mendaftar PMDK nilainya harus menanjak terus mulai dari semester 1 hingga
semester 5. Jadi akupun berusaha mempertahankan nilai raporku. Dan aku pun
berhasil.
Singkat cerita
sampailah pembukaan pendaftaran PMDK. Aku dicalonkan sebagai salah satu
pesertanya. Selain itu aku juga dicalonkan sebagai penerima beasiswa Bidik Misi,
sehingga aku tidak perlu membayar uang pendaftaran. Senang rasanya. Tanpa ba bi
bu lagi aku segera mempersiapkan seluruh berkas yang diminta. Mulai dari
legalisir rapor, mengscan piagam
penghargaan yang membutuhkan waktu seharian hanya untuk sekedar mencari warnet
yang menyediakan jasa scanning. Aku
benar-benar galau dibuatnya.
Kegalauanku
tidak berhenti sampai disini. Masa penentuan jurusan adalah hal yang paling
membuatku galau. Calon mahasiswa undangan diberi jatah untuk memilih 6 jurusan
di dua PTN berbeda, dan kita diberi kebebasan untuk memilih universitas mana
yang kita inginkan. Tapi yang jelas, aku tidak kepikiran untuk memilih
perguruan tinggi diluar kotaku.
Aku sadar dengan
kondisi keuangan orangtuaku. Bisa kuliah di Padang saja sudah Alhamdulillah
bagiku. Walaupun aku sudah dicalonkan sebagai penerima beasiswa Bidik Misi tapi
aku tidak bisa berharap banyak.
Akhirnya ku
pilihlah dua PTN di Sumatera Barat. Tapi aku masih bimbang mau memilih jurusan
apa. Aku lebih tertarik ke pendidikan, tapi aku tidak berkeinginan menjadi guru
SD. Aku lebih suka mengajar di SMP atau SMA sebagai guru bahasa inggris,
fisika, ataupun kimia. Aku senang belajar bahasa inggris dan sains, sesuatu yang berkaitan dengan
alam. Setelah tanya sana-sini akhirnya ku tetapkan untuk memilih jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris, Pendidikan Biologi, dan Pendidikan Fisika di UNP. Sedangkan di
UNAND aku memilih jurusan Kimia, Sastra Inggris, dan Ilmu Adminitrasi Negara.
16 Mei 2011
kelulusan UN pun diumumkan, dan
Alhamdulillah sekolahku lulus seratus persen. Dua hari setelah itu, tepatnya 18
Mei 2011 hasil PMDK pun diumumkan. Waktu itu selepas maghrib, aku sedang
duduk-duduk di ruang keluarga sambil menonton TV. Iseng-iseng aku log in ke facebook lewat hp. Tiba-tiba mataku tertuju pada postingan seorang teman
yang menyatakan kalau ia lulus PMDK.
Melihat hal itu
aku langsung me-sms salah seorang teman yang juga calon PMDK, namanya Fatur.
Aku minta bantuannya untuk melihat nomor pesertaku, karena aku tidak bisa
mengaksesnya dirumah karena belum mempunyai modem.
Dengan
harap-harap cemas aku menunggu sms dari Fatur. Beberapa menit kemudian hpku
bergetar. ‘1 message’ diterima. Segera ku buka apa isi pesan itu, dan ternyata …
aku tidak lulus PMDK.
Ada rasa sesak
di dadaku membaca sms itu. Aku tak sanggup melihat raut kesedihan di wajah ayah
dan ibu saat ku sampaikan berita ini. Tapi dengan tegar aku mencoba
menerimanya, masih ada jalur SNMPTN tulis harapku.
Setelah mengetahui
bahwa aku tidak lulus PMDK, aku segera pergi ke bank untuk membeli pin agar
bisa mendaftar SNMPTN tulis. Karena aku tidak mengurus beasiswa Bidik Misi lagi,
jadi aku harus mengeluarkan biaya pendaftaran sendiri untuk SNMPTN tulis ini.
Kali ini aku
kembali dihadapkan pada masalah jurusan. Tutor ku di tempat bimbel mengatakan
bahwa jurusan yang aku ambil passing
gradenya terlalu tinggi. Sehingga ia menyarankanku untuk mengganti pilihan
ketiganya dengan jurusan yang passing gradenya
lebih rendah. Aku tidak mau. Karena jurusan itulah yang ku rasa cocok
denganku . “Jika kamu tetap memilih
jurusan itu, lebih baik kamu mengambil PTN yang ada di luar kota agar peluang
lulusnya lebih besar.” Sarannya. Aku masih tak terpikirkan untuk kuliah di luar kota
sedikutpun. Aku kan tidak terdaftar sebagai penerima beasiswa, biaya kuliah di
luar kota pasti mahal pikirku. Nggak ah. Lebih baik aku turuti saran pertama Bapak itu, mengganti pilihan jurusan.
Tapi hatiku
masih diliputi rasa cemas. Bagaimana tidak? Belajar sebulan penuh tidaklah
cukup bagiku untuk memahami rumus-rumus mulai dari kelas X hingga kelas XII
SMA. Materi pelajaran IPS begitu juga, tak banyak yang aku hafal padahal ujian
tulis SNMPTN tinggal seminggu lagi.
Aku berusaha setenang
mungkin menghadapi ujian. Soal-soalnya dapat aku jawab dengan lancar, tapi ada
beberapa soal yang membuatku pusing. Aku tak menyangka ada soal seperti ini,
ini di luar yang aku hafal, persiapanku tak cukup untuk menghadapinya.
Aku tak yakin lulus. Aku benar-benar pasrah menunggu
hasilnya. Sampailah pada pengumuman SNMPTN. Mendadak perasaan takut menyergapku.
Tanganku bergetar ketika mengecek hasil ujian. Tapi ku paksakan. Dan
hasilnya... “Maaf, anda belum lulus.” Mataku nanar melihat tulisan itu.
Aku keluar dari
warnet dengan tubuh lunglai. Di luar hujan
turun dengan derasnya. Padahal tadi aku bela-belain menempuh hujan demi melihat
info kelulusan. Tapi hasilnya tak mampu mengalahkan hujan yang turun. Hati dan pikiranku lelah. Telingaku tak cukup
tebal buat menerima perkataan-perkataan miring dari orang-orang. “Masa anak
bimbel gak lulus SNMPTN! Masa bintang kelas gagal.”
Aku malu. Aku
malu bertemu teman-teman sesama reporter SMS (Singgalang Masuk Sekolah) sebuah
harian umum di Sumatera Barat. Padahal sebelumnya aku pernah menulis artikel disana
tentang “Tips Memilih Jurusan di
Perguruan Tinggi”, tapi kenyataannya aku sendiri si penulis artikel tidak
bisa menakhlukkan SNMPTN. Aku juga malu ke sekolah, aku malu bertemu guru-guru.
Aku rasa aku belum siap menghadapi kegagalan ini. Apa yang harus ku lakukan? Aku ingin kuliah? Tapi aku mau kuliah dimana?
Bathinku menjerit.
Beberapa orang teman yang juga tidak lulus
menyemangatiku. Ada teman yang mengajak masuk PTS ini, universitas itu. Aku
sempat tergoda. Universitas yang awalnya tidak aku minati, tapi sekarang malah
aku lirik. Ada 3 PTS yang masuk dalam daftar incaranku. Sebelum mendaftar, aku
sampaikan dulu kepada ayah kalau aku ingin memasuki universitas itu. Tapi
ketika mengutarakan keinginan itu, Ayah tidak
menyetujuinya. Ayah menyangsikan keputusanku.
Akhirnya ku putuskan
bekerja, walaupun hatiku belum bisa menerima. Tapi tak ada hak bagiku untuk
memaksakan kehendak, apalagi kepada Sang Pencipta yang telah menggariskan
takdirku.
Kakak sepupu menawarkan ku
untuk bekerja di konter miliknya. Daripada duduk-duduk tak menentu di rumah, aku
terima tawaran itu. Gajinya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadiku, jadi aku tak terlalu
memberatkan ibu. Pekerjaan ini ku jalani, tapi dengan setengah hati. Karena
hanya badanku saja yang bekerja, tapi hatiku melalang jauh memikirkan bagaimana
supaya nanti aku bisa kuliah.
Jujur, hatiku pilu saat
melihat teman lalu-lalang pergi ke kuliah. Menikmati tugas yang menumpuk, merasakan
manisnya berorganisasi, dan segudang kegiatan lainnya. Apalagi
mendengar pertanyaan orang-orang yang membeli pulsa di konter, “Vi, kuliah
dimana? Vi, gak kuliah?” Aku harus jawab apa. Sementara aku disini hanya duduk, bertemu dengan orang yang itu-itu lagi.
Huah, aku bosan. Aku ingin SNMPTN diulang lagi, aku ingin 2012 segera datang, dan
akan ku persiapkan seluruh senjata untuk menghadapinya.
Ya, belajar sambil
bekerja. Setiap hari aku membawa buku ke konter. Apabila tidak ada pembeli, aku
membuka buku-buku itu, membaca, dan memahaminya. Aku kenali betul model soal
SNMPTN itu, aku pelajari dimana kesalahanku, dan bagaimana solusinya.
Buku kumpulan soal-soal
SNMPTN setebal 3 cm yang aku beli dari gajiku, aku lahap lembar demi lembar. Aku menjadi orang yang haus ilmu. Rasa
dahaga ini tak akan terlepas sampai ada penawarnya, yaitu bangku kuliah. Entah
mengapa bangku kuliah menjadi tujuan utamaku, kuliah menjadi jalan hidup yang
harus aku lewati, jalan untuk menggapai mimpi-mimpiku.
Di konter aku
sering merenung. Kenapa aku bisa gagal SNMPTN? Terkadang ada rasa penyesalan
dalam diriku. Apakah aku salah memilih jurusan, apa karena aku tidak yakin,
atau karena aku terlalu sombong dan meremehkan orang lain? Aku ingat, dulu aku
pernah mejudge teman-teman yang
memilih jurusan yang kurang diminati, “Ah, paling mereka cuma milih jurusan itu
asal lulus SNMPTN doang, mereka gak mikirin prospek kerjanya sih.” Pikirku.
Picik sekali memang pemikiranku kala itu.
***
“Aku pengen
kuliah di Bandung Nisa.” Ucapku pada Nisa kala itu. Dan itu artinya aku harus
mencari beasiswa agar bisa mewujudkan cita-citaku.
Maka berangkatlah aku ke
sekolah, bersama Nisa sahabatku. Aku buang segala rasa malu. Tidak ada rasa
malu untuk hal ini. Kegagalan itu sesuatu yang biasa, yang pernah dialami semua orang. Maka janganlah kamu berlarut-larut meratapi kegagalan, saatnya bangkit dan berjuang. Hadapi!
Aku menemui guru
BP lagi. Ku uturakan niatku bahwa aku ingin direkomendasikan untuk beasiswa
Bidik Misi. Ku serahkan semua persyaratan yang sudah ku persiapkan sebelumnya,
kepada Pak Agus guru BP ku. Pak Agus menyambut baik. Aku di bimbing dalam
pemilihan jurusan.
“Vivi, kamu mau ambil jurusan apa?”
Tanya Pak Agus.
“Pendidikan Bahasa Inggris Pak.” Jawabku.
“Kalau PGSD UPI
mau?” Tanya Pak Agus lagi.
“Tapi yang di Kampus Serang. Soalnya di Kampus
Serang daya tampungnya lebih banyak, jadi peluang lulusnya lebih besar.” Terangnya
lagi.
“Udah nganggur
setahun kan? Gak mau nganggur setahun lagi kan ?” Kata Pak Agus lagi.
Aku bingung. Aku memang tak
berhasrat lagi untuk memilih PTN yang ada di Sumatera Barat. Aku ingin keluar
daerah, tapi aku kurang berminat dengan jurusan PGSD. Tapi yang dikatakan Pak Agus
benar juga, tak ada salahnya aku mencoba. Lagian toh, kan sama-sama
kependidikan. Setelah ku pikir-pikir panjang ku putuskan akhirnya untuk memilih
PGSD UPI kampus Serang, Penddikan Kimia UNSRI, dan Ekonomi Pembangunan UNRI. Nisa
juga memilih jurusan itu, hanya saja jurusan ke-3nya berbeda.
***
Aku bersemedi
melihat hasil ujianku di kamar. Aku tidak perlu ke warnet lagi, karena aku
sudah bisa membeli modem dari hasil gaji ku. Dengan sedikit menutup pintu kamar
dan menghitung mundur, aku mulai log in.
Aku menutup mata. Dari sela-sela jari tangan aku intip hasil ujianku. Tulisan
pertama yang ku lihat adalah sebuah kata “Universitas,” lalu … ku lanjutkan …
“Universitas Pendidikan Indonesia. Selamat Atas Keberhasilan Anda!”
“Uni … uni … aku lulus di UPI.”
Seketika aku berlari ke luar memanggil kakak perempuanku.
“Alhamdulillah … jadi juga kamu ke Bandung.”
Ucap kakak. Ayah dan ibu bahagia mendengar berita kelulusanku. Bahkan ibu
sampai bernazar buat kelulusanku tanpa ku ketahui sebelumnya.
Tepat di hari kelulusan itu, aku mengundurkan
diri dari konter. Empat hari setelah itu, tepatnya tanggal 11 Juli aku bersama
Nisa berangkat ke Bandung ditemani ibu. Terlalu cepat memang. Padahal status
beasiswa yang ku daftarkan sebelumnya belum jelas, karena beritanya akan ada
penyeleksian lagi. Tapi semuanya ku serahkan kepada Allah.
Beasiswapun kami raih, setelah
menunggu hampir sebulan. Kami bertolak ke Serang diantar oleh Paman. Selama di
Bandung kami tinggal di rumah Paman. Di Serang kami langsung menempati asrama.
Kemudian ibu pulang ke Padang setelah sebulan penuh menemani perjalananku.
Waktu itu pertengahan puasa. Tinggal aku berdua dengan Nisa melewati
pertengahan Ramadhan hingga lebaran di asrama. Hanya berdua, asrama masih sepi
karena perkuliahan dimulai sesudah lebaran.
Allah telah mengijabah doaku. Doaku untuk menempuh
pendidikan di rantau orang, doa untuk di tempatkan di lingkungan orang yang
sholeh dan sholehah, dan doa untuk selalu bisa bersama dengan sahabatku Nisa.
Allah telah mengabulkan semuanya. Aku bersyukur. Allah ternyata mempunyai
rencana lain terhadap diriku. Dia menunda kelulusanku untuk mempertemukanku
dengan beasiswa ini, bahkan lebih dari itu yang aku dapatkan.
***
Aku beranjak
dari meja belajar di pojok kamar, dan tidur. Saatnya untuk merangkai
mimpi-mimpi ku yang lain, walaupun berliku jalan yang ku tempuh. MAN JADDA
WAJADA.
Sahabat…
Jangan pernah takut untuk bermimpi, Jangan pernah
takut dengan kegagalan
Karena kegagalan akan menjadikanmu kuat, Bermimpilah
setinggi-tingginya
Yakinlah kamu bisa mewujudkannya, Bersungguh-sungguhlah….
dan
Berdoalah … Karena Dia Yang Maha Kuasa
Semangat sahabat ….
Cerpen Oleh: Nelvianti
Cerpen Oleh: Nelvianti
0 komentar:
Posting Komentar